
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui harga gas industri dalam tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK masih tinggi. Sehingga, tidak heran apabila hal tersebut banyak dikeluhkan oleh pelaku usaha di sektor perindustrian.
“Yang banyak dipersoalkan dan belum dapat yaitu sekarang masih terus mengeluh karena ada sejumlah industri yang cukup banyak terpengaruh oleh tingginya harga gas, merasa daya saing mereka terpengaruh,” ujar Darmin di Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Selasa (17/10).
Darmin mengatakan ada berbagai faktor yang menyebabkan harga gas industri masih bervariasi. Di antaranya adalah perbedaan biaya eksploitasi gas di setiap daerah.
“Memang persoalan gas ini semestinya Kementerian ESDM. Tapi dari data yang ada memang gas ini sangat bervariasi harganya, tergantung pada waktu dia dieksploitasi, biayanya seperti apa dia keluarnya,” jelasnya.
Darmin menambahkan rentang harga gas terpaut lebar, membuat harga gas sulit untuk dipukul rata di seluruh wilayah. Dia mencontohkan harga gas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara yang berbeda dengan wilayah lain.
“Gas ke Sei Mangkei kami sudah bahas panjang lebar akhirnya hanya bisa turun dari USD 13,5 (per MMBTU), jadi hanya USD 10 (per MMBTU), padahal diminta hanya USD 9 (MMBTU). Ya pasti teriak-teriak terus dia,” kata Darmin.
Melihat hal tersebut, SKK Migas dan Kementerian ESDM dinilai perlu melakukan evaluasi. Sebab, kedua lembaga tersebut memiliki wewenang untuk mengkaji nilai yang digelontorkan dalam menghasilkan gas.
“Saya kemarin-kemarin tanyakan ke (Menteri ESDM) Jonan solusinya apa Sei Mangkei. Boleh enggak impor? Ya memang agak ironis kita ada gas. Kalau bawa dari Sei Mangkei ceritanya agak beda. Kayaknya salah satu yang kami sarankan adalah itu. Kalau dia di atas yang dikeluarkan produksi yang di dalam ya impor saja,” tandasnya.
Sumber : merdeka.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar