Pemerintah tengah gencar menggali potensi pajak dari banyak transaksi online. Di 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memprediksi, transaksi e-commerce di Indonesia bisa mencapai US$ 130 miliar, atau sekitar Rp 1.755 triliun.
Namun demikian di sisi lain, penghasilan cukup lumayan dari hasil endorse alias iklan di sosial media, tidak membuat Selebriti Instagram (Selebgram) dan admin Instagram Indonesia khususnya Palembang sadar akan kewajibannya membayar pajak.
Maka dari itu Ditjen Pajak akan memberlakukan wajib pajak kepada semua warga negara yang menggunakan media sosial untuk menjual barang atau jasa di media sosial seperti Instagram, Facebook, Kaskus, dan lainnya.
Sejauh ini sudah ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintah dalam pengejaran pajak dari hasil menjual barang atau jasa di media sosial. Salah satunya adalah mengecek Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada yang bersangkutan dan akan mengirimkan surat penagihan pajak ke alamat yang tertera.
Humas Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumsel Babel, Junno menerangkan pada dasarnya sistem perpajakan Indonesia bersistem self assessment. Artinya dari mulai menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melapor adalah kewajiban Wajib Pajak (WP) sendiri. “Pajak itu kewajiban WP. Tapi saat ini selebgram belum sadar akan kewajiban mereka membayar pajak,” kata Junno, Rabu (18/10).
Seperti diketahui di era milenial, masyarakat dengan mudah mendapatkan pemasukan tambahan dengan membuat konten di berbagai akun sosial media. Hasilnya, dengan tingkat keterbacaan tinggi pemilik akun Sosmed mendapatkan keuntungan dari produsen memasang iklan, sementara pemilik akun ataupun selebgram tidak membuat perusahaan resmi berbadan hukum dan membayar pajak.
Junno mengungkapkan, meski demikian sebenarnya tidak ada pajak baru diambil dari selebgram atau admin. Namun setiap WP harus wajib membayar pajak, terlebih mereka berpenghasilan cukup besar melalui Sosmed.
“Ya intinya setiap yang berpenghasilan seharusnya bayar pajak. Termasuk itu selebgram atau admin. Tapi memang mereka kurang sadar pajak,” tegas dia.
Pihak Ketiga
Saat ini Direktorat Jenderal Pajak tengah menggodok rencana penerapan pajak bagi masyarakat yang memanfaatkan media sosial untuk meraup keuntungan. Pemerintah menyebutkan bahwa mereka dikategorikan sebagai wajib pajak. Bahkan pemerintah menaksir potensi penerimaan pajak dari kegiatan jual-beli online dan endorsement bisa mencapai Rp 15,6 triliun.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan, skema pemungutan pajak untuk bisnis online akan berbeda dengan yang berlaku saat ini, self assessment.
Self assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak(WP) untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Sebetulnya tetap self assessment, tapi kan kalau yang murni self assessment tidak ada keterlibatan pihak ketiga. Jadi pelaku usaha e-commerce lapor sendiri, pungut sendiri, dan lainnya. Tapi nanti kita pakai pihak ketiga,” tegas Hestu Yoga.
Pihak ketiga inilah yang ditunjuk untuk memungut atau memotong PPh dan PPN dari pelaku bisnis online. “Nanti pemotongan PPh dan PPN oleh pihak tertentu sehingga bisa mempermudah proses pengenaan pajaknya,” ujar Hestu Yoga.
Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP), selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong atau memungut pajak dan menyetorkannya ke kas negara.
Begitupun dengan pihak ketiga yang nantinya akan memotong atau memungut PPh dan PPN bisnis online, pasti sudah mendapat restu menjalankan tugas itu.
“By rule by regulasi tidak ada masalah. Kayak pajak kendaraan pemerintah, kan ada juga (pihak ketiga) yang memotong. PPN yang ditarik dari transaksi belanja konsumen, yang mungut kan Pengusaha Kena Pajak (PKP),” Hestu Yoga menuturkan.
Terkait siapa pihak ketiga yang akan memungut atau memotong PPh dan PPN bisnis online, Hestu Yoga tidak menyebut secara spesifik. Ia hanya mengatakan penyelenggara market place, artinya bukan dari Ditjen Pajak.
“Ya di luar Ditjen Pajak. Kan ada penyelenggara market place semacam itu, nanti itu yang kita minta pungut PPh dan PPN. Sudah ada juga payment gateway yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), dan kita sedang formulasikan mekanismenya,” pungkasnya.
Sumber : tribunnews.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar