Tekan Impor Garam, BPPT Bangun Pabrik di Kupang

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengupayakan pembangunan satu pabrik skala pilot project atau proyek percontohan di lahan dekat PT Garam seluas 318 hektare di Bipolo, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pilot project dengan penerapan teknologi lahan terintegrasi ini mendorong agar Indonesia mampu swasembada garam sehingga tak perlu lagi impor.

Pemerintah menargetkan di tahun 2020 Indonesia mampu swasembada garam untuk memenuhi kebutuhan garam dalam negeri. Saat ini kebutuhan garam dalam negeri mencapai 3 juta ton per tahun. Sedangkan produksinya baru sekitar 1,7 juta-2 juta ton per tahun.

Kendala dalam pemenuhan garam dalam negeri adalah hampir sebagian besar lahan garam milik petani mencapai 25.000 hektare (ha). Sedangkan PT Garam hanya memiliki 5.000 ha saja. Kualitas garam petani pun masih tergolong rendah dan anomali cuaca kerap menjadi masalah pemenuhan pasokan garam konsumsi di dalam negeri.

Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan, jika dilihat dari potensi daerah khususnya NTT, Indonesia mempunyai peluang untuk memproduksi garam industri dengan kualitas garam impor.

Namun kendala lahan, iklim sering kali kurang mendukung untuk memproduksi garam industri.

“Kita berusaha antisipasi, karena ketika negara maju, industri juga maju. Negara maju kebutuhan konsumsi garam besar, tidak untuk konsumsi rumah tangga saja tapi untuk kebutuhan industri kimia,” katanya dalam Penandatanganan Kesepakatan Bersama BPPT dan PT Garam (Persero) di Jakarta, Senin (20/11).

Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT Eniya Listyani Dewi mengatakan, ditargetkan pabrik pilot plan garam standar industri ini bisa beroperasi tahun 2019 dengan kapasitas 40.000 ton per tahun.

Eniya menambahkan, dalam pilot project nanti akan dikembangkan pengolahan garam dengan lahan terintegrasi. Keunggulan penerapan lahan terintegrasi sangat banyak. Lahan evaporasi pun perlu panjang. Dari satu pabrik keluarannya banyak, yakni garam krosok hingga garam konsumsi, industri, dan farmasi. Bahkan turunannya bisa untuk minuman isotonik dan pakan ikan .

“Nilai investasi pabrik mencapai Rp 45 miliar. Ini pembuktian garam industri bisa kita hasilkan,” ucapnya.

Sebelumnya, BPPT pun sudah mampu menghasilkan garam farmasi untuk kebutuhan obat-obatan. Bahkan sudah diproduksi PT Kimia Farma. Garam farmasi ini digunakan untuk kandungan infus.

Direktur Utama PT Garam (Persero) Budi Sasangko menyambut baik kerja sama dan penerapan teknologi untuk menggenjot produksi garam.

“Tidak bagus tanpa dikawal teknologi modern BPPT. Tidak ada pilihan lain selain lahan terintegrasi,” ujarnya.

Sumber : beritasatu.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar