PR: Keamanan data

Mendapatkan telepon dari marketing kartu kredit, asuransi dan penawaran lain kini menjadi hal biasa. Tapi yang luar biasa adalah ketika mereka terang-terangan mengaku memiliki data kita.

Ceritanya begini. Kemarin saya menerima telepon dari pemasar kartu kredit. Biasanya mereka akan meminta dikirimkan kartu kredit yang sudah dimiliki, KTP dan nomor pokok wajib pajak. Tapi kemarin rada berbeda.

Sang pemasar itu bilang, semua data sudah lengkap: kartu kredit yang sudah dimiliki, KTP dan nomor pokok wajib pajak. Ia hanya mengkonfirmasi beberapa hal, seperti alamat kantor, “Jadi, jika dikonfirmasi dari pihak perbankan, bilang saja sudah ketemu di sebuah mal dekat kantor,” kata si pemasar dari seberang telepon sana.

Simsalabim, abrakadabra. Mengajukan kartu kredit tak perlu mengisi aplikasi. Sayang, ini bukan lantaran kecanggihan teknologi, tapi membuktikan bagaimana data masyarakat sudah tersebar di mana-mana. Beberapa teman saya, rupanya memiliki pengalaman serupa.

Di era digital seperti sekarang, data ibarat tambang emas. Banyak pihak rela mendapatkan gelondongan data untuk mereka gunakan. Salah satunya untuk melakukan penawaran produk.

Kebocoran itu seakan melengkapi lemahnya keamanan data di Indonesia. Di era digital ini sangat berbahaya. Terlebih, Indonesia berada di peringkat rendah dunia dalam The Global Cybersecurity Index (GCI) atau indeks keamanan siber. “Indonesia hampir sama dengan Amerika Selatan, Brasil. Malaysia, Singapura, Brunei lebih bagus. Ini dievaluasi oleh The UN International Telecommunication Union (ITU) dari report tahun 2017,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada seminar Cybersecurity di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Selasa (21/11).

Industri perbankan, transportasi, dan energi di Indonesia adalah sasaran utama kejahatan siber internasional. Bayangkan, ketika sampai data nasabah perbankan bocor. Kepercayaan terhadap industri keuangan ini luntur.

Menurut Rudiantara, soal keamanan juga kembali lagi ke kesadaran masyarakat untuk memproteksi diri. Seperti password email dan PIN ATM. Tapi menurut saya, pemerintah juga harus lebih waspada dan menjadikan keamanan data menjadi pekerjaan rumah (PR) ke depan. Sebagai langkah awal, pemerintah harus mengawal registrasi pelanggan telekomunikasi.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Pemeriksaan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar