
Kalangan pelaku bisnis perhotelan mengeluhkan dampak negatif teknologi desruptif (desruptive technology) yang telah memicu persaingan bisnis tidak sehat dan mulai menggerus okupansi hotel di Tanah Air. Persaingan bisnis tidak sehat terutama terjadi akibat maraknya online travel agency (OTA) asing yang meminta komisi sangat tinggi dan membebankan pajak kepada para operator atau pemilik hotel.
Ancaman juga datang dari situs berbagi (sharing) yang menyediakan akomodasi penginapan berupa hotel, pesanggrahan (guest house), pondokan (home stay), atau wisma, bahkan kamar apartemen milik masyarakat yang disewakan. Keberadaan platform dengan jaringan global ini sangat mengganggu bisnis perhotelan di dalam negeri, apalagi mereka mengobral tarif yang sangat rendah.
Karena itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah menerbitkan aturan baru agar OTA asing membayar pajak, misalnya dengan mewajibkan mereka mendirikan badan hukum tetap di Indonesia.
Dengan begitu, pajak tidak semata dibebankan kepada pengelola atau pemilik hotel domestik. PHRI juga mengusulkan regulasi tentang sharing hotel yang antara lain mengharuskan platform sharing hotel dikelola pemain nasional.
“Aturan ini akan menciptakan persaingan bisnis yang sehat dan adil, terutama bagi pelaku bisnis perhotelan di dalam negeri,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani pada seminar The Hotel Week Indonesia 2017 di Jakarta, Kamis (23/11).
Menurut Hariyadi, perkembangan teknologi digital menimbulkan dua sisi bagi industri perhotelan di Tanah Air. Di satu sisi, teknologi digital mendorong pertumbuhan industri perhotelan.
Dengan adanya platform pemesanan kamar melalui online atau reservasi digital, masyarakat semakin cepat dan mudah mengakses layanan hotel, khususnya dalam memesan (booking) kamar hotel. Kondisi ini pada awalnya turut mendongkrak okupansi hotel.
Hariyadi mengakui, agen perjalanan online atau online travel agent (OTA) merupakan salah satu media digital yang turut mendorong perkembangan industri perhotelan. Berbagai jaringan hotel global juga telah menjalin kerja sama dengan OTA, terutama milik asing.
“Di bisnis hotel, tren digital telah memicu pertumbuhan yang signifikan. Reservasi kamar via online, misalnya, tumbuh 15-20% per tahun. Bahkan ada yang mencapai 90% untuk beberapa hotel,” tutur Hariyadi dalam seminar yang dipandu Pemimpin Redaksi (Pemred) Investor Daily Primus Dorimulu itu.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar