Waspadai Pembengkakan Subsidi Energi Rp 30 Triliun

Tren kenaikan harga minyak dunia berpotensi mengatrol subsidi energi sebesar 30 triliun.

JAKARTA. Tren kenaikan harga minyak dunia yang terus terjadi di awal tahun ini berpotensi mengganggu perekonomian nasional. Setidaknya akan ada dua hal yang bakal tersulut kenaikan harga minyak tersebut, pertama, anggaran subsidi energi yang membengkak. Kedua, inflasi.

Efek kenaikan harga minyak mentah ke subsidi dan inflasi dikhawatirkan bakal menyulitkan pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang sebesar 5,4%.

Potensi kenaikan harga minyak mentah terlihat dari hasil riset Bank Standard Chartered Indonesia. Lembaga ini memperkirakan, rata-rata harga minyak mentah internasional pada tahun ini akan menembus US$ 61 per barel. Angka itu jauh di atas asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 48 per barel dalam APBN 2018. Pada Senin (22/1), harga minyak jenis brent bertengger di level US$ 68,47 per barel.

Dengan kenaikan harga minyak tersebut, harga ritel bahan bakar minyak (BBM) saat ini diperkirakan akan lebih rendah 5%-10% dari harga keekonomiannya. Walau di bawah harga keekonomian, demi menjaga daya beli masyarakat, pemerintah hanya akan menaikkan harga Pertamax dan Pertalite. Sementara BBM subsidi, yakni Premium dan Solar tak berubah.

“Imbasnya, kami memprediksi beban subsidi akan meningkat Rp 30 triliun atau 0,2% dari PDB, dengan asumsi harga minyak bertahan pada tingkat atas seperti saat ini,” jelas Kepala Ekonom Standard Chartered Indonesia Aldian Taloputra, dalam konferensi pers Economic Outlook 2018, Senin (22/1).

Meski pemerintah hanya akan menaikkan harga BBM non subsidi, inflalsi tetap terkatrol naik. “Ada tambahan inflasi sebesar 0,4% dari 3,6% di tahun 2017,” terang Aldian.

Untungnya, indikator makro ekonomi yang lai diperkirakan tetap terjaga dan positif terhadap perekonomian nasional. Kurs rupiah diperkirakan di level Rp 13.600 per dollar Amerika Serikat (AS) pada akhir tahun 2018.

Peran investasi terhadap pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Hal itu terutama investasi pemerintah, khususnya pembangunan infrastruktur. Sedangkan investasi swasta juga mulai bangkit.

“Sebanyak 46% investor (yang menghadiri acara seminar Economic Outlook 2018) mengaku capital expenditure 2018 akan lebih baik. Memang masih didominasi pemerintah, tetapi dilihat trennya impor barang modal tumbuh dobel digit,” tambah Aldian.

Secara keseluruhan, Standard Chartered Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2018 sebesar 5,2%. Angka itu naik dibanding proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,1%.

Efek Anggaran

Dody Budi Waluyo, Asisten Gubernur & Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) sependapat jika tren kenaikan harga minyak dunia harus di waspadai. BI memproyeksikan harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) pada tahun ini mencapai US$ 50 per barel, lebih tinggi dibanding asumsi dalam APBN 2018 yang sebesar US$ 48 per barel. Kondisi itu berpotensi meningkatkan inflasi.

Meski begitu, BI masih lihat tingkat inflasi pada tahun ini akan ada dalam kisaran2,5%-4,5% sebagaimana yang ditetapkan pemerintah. “Kenaikan harga minyak ini tidak harus disertai dengan kenaikan suku bunga maupun kebijakan lainnya karena kami memiliki kebijakan lainnya,” tambah Doddy tanpa merinci.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengakui bahwa kenaikan harga minyak akan menambah anggaran belanja, terutama subsidi energi. Namun di sisi lain penerimaan negara juga meningkat lebih besar dibandingkan pos belanja. APBN 2018 menghitung, setiap kenaikan ICP sebesar  US$ 1 per barel, menambah net penerimaan negara Rp 300 miliar-Rp 1 triliun.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar