
Ketua DPD REI Nusa Tenggara Timur (NTT), Bobby Pitoby menyatakan, tingginya pungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) menjadi kendala dalam pembangunan perumahan.
“Dalam pembangunan perumahan di NTT masih banyak pungutan yang memberatkan bagi pengembang dalam merealisasikan pembangunan perumahan,” katanya kepada wartawan di Kupang, Senin (29/1).
Menurutnya, beberapa kendala dihadapi pengembang di NTT yakni perizinan yang lambat, perizinan yang masih mahal, serta tingginya pungutan BPHTB.
“Pungutan BPHTB di NTT belum disesuaikan dengan instruksi Presiden nomor 5 tahun 2016 mengenai penuruan pungutan BPHTB. Inilah yang memberatkan pengembang dalam pembangunan perumahan di NTT,” tegas Boby.
Dikatakannya, harga jual rumah bersubsidi di NTT sebesar Rp 148 juta dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp141 juta.
Menurutnya, akibat BPHTB yang belum ditetapkan oleh pemerintah daerah di NTT khususnya di Kota Kupang, maka BPHTB sebesar Rp 4,5 jutaan yang harus disetorkan ke Kantor Dinas Pendapatan Daerah sebelum pembangunan perumahan dilakukan.
“Biaya BPHTB ini wajib diserahkan masyarakat kepada pemerintah sedangkan uang muka rumah hanya Rp 1.500.000. Biaya BPHTB sangat memberatkan sehingga kita usulkan kepada pemerintah menghapus pajak ini untuk mendorong masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah,” tandasnya.
Bobby mengatakan pemerintah pusat sendiri saat ini justru membantu masyarakat kecil untuk bisa mendapatkan rumah yang murah dengan pajak yang rendah. Saat ini pemerintah telah menurunkan pajak penghasilan (PPH) dari yang semula 5 persen menjadi 2,5 persen.
“Ini artinya bahwa pemerintah pusat justru sangat ingin menolong masyarakat kecil, dengan cara menurunkan PPH Itu agar uang muka yang diberikan oleh masyarakat berpenghasilan rendah,” ujarnya.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar