Dukung Produk Pangan Lokal agar Mampu Saingi Impor

Pemerintah diminta mendukung sepenuhnya produk pangan lokal sehingga mampu bersaing dengan produk impor, baik dalam pasar konvensional maupun perdagangan online.

Bentuk dukungan tersebut terutama pemberian insentif dan fasilitas bagi produsen lokal, seperti bantuan untuk memperkuat promosi dan pemasaran, dan mencabut pajak pertambahan nilai (PPN) barang lokal.

Hal itu bertujuan agar produk lokal memiliki level playing field yang seimbang dengan produk impor.

Dekan Fakultas Peternakan UGM, Ali Agus, mengatakan pemerintah mesti menunjukkan keberpihakan yang nyata kepada produsen pangan lokal dengan menjalankan berbagai program untuk meningkatkan daya saing sehingga produk lokal bisa setara dengan impor.

“Ibarat kompetisi, saat ini posisi persaingan tidak imbang karena asing lebih kuat.

Kalau tidak imbang maka produk lokal mesti di-voor, diberi insentif dan segala fasilitas dari pemerintah,” ujar dia, ketika dihubungi, Selasa, (30/1).

Menurut Ali Agus, pemerintah negara maju pada awalnya juga menerapkan keberpihakan total untuk meningkatkan daya saing industri mereka.

“Lihat, bagaimana Jepang dan Tiongkok mendukung penuh industri nasional mereka sehingga menjadi ‘raksasa ekonomi dunia’ hanya dalam dua dekade,” papar dia.

Menanggapi dominasi pangan impor dalam perdagangan e-commerce di Tanah Air, Ali Agus menilai ekonomi digital sebenarnya bisa mendorong perkembangan sektor kuliner rakyat. “Sayangnya, fakta menunjukkan pangan kita sudah sedemikian jauh bergantung dan kalah bersaing dengan produk impor.

Hanya gerakan yang kuat dari pusat sampai rakyat, dari hulu ke hilir yang bisa pelan-pelan membalikkan situasi,” Ali Agus memaparkan pentingnya sejumlah kerja utama pemerintah agar pelan-pelan dominasi impor bisa dikikis.

Pertama, komitmen politik dan sinergi kebijakan. Di level presiden, komitmen pada grand design kedaulatan pangan mesti jelas dan tegas. Lalu, sinergi di kementerian menjadi syarat utama.

“Percuma Kementan serius menyuplai asupan pertanian, seperti pupuk dan bibit, kalau tiba-tiba Kemendag mengambil kebijakan impor jelang petani panen,” tukas dia.

Kedua, optimalisasi pemanfaatan lahan dan air. Ketiga, pemandirian proses produksi pangan. Bibit dan pupuk harus berkualitas bagus agar diperoleh produk pangan yang baik.

“Keempat, pengembangan pasar dan pembinaan konsumen. Kita harus mempromosikan kepada konsumen untuk memilih produk lokal. Konsumen ini perlu kebanggaan,” papar Agus Ali.

Berikutnya, imbuh dia, penguatan kelembagaan dan jaringan pangan. “Kita sampai saat ini masih sangat lemah dalam hal kelembagaan terutama di level petani kecil. Petani berjalan sendiri menghadapi raksasa industri pangan dunia.”

Ruang Lebih

Sebelumnya, Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf ), Fadjar Hutomo, mengatakan dari total transaksi e-commerce makanan, hanya sekitar 10 persen saja yang merupakan produk buatan dalam negeri.

Padahal, lanjut Fadjar, kontribusi ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat dari sekitar 700 triliun hingga 750 triliun rupiah pada 2014 menjadi sekitar 1.000 triliun rupiah.

“Info terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) per 2017 yang belum dipublikasi, angkanya sudah mendekati 1.000 triliun rupiah. Sekira 40 persen lebih dari nilai tersebut dikontribusi subsektor kuliner,” jelas dia.

Ekonom Indef, Rusli Abdullah, mengatakan porsi produk pangan lokal yang sangat minim tersebut sangat ironis dengan pesatnya perkembangan transaksi e-commerce di Indonesia.

Untuk meningkatkan porsi produk lokal, pemerintah bisa mewajibkan pemilik e-commerce agar memberikan ruang lebih untuk produk dalam negeri. “Misalnya pada satu marketplace atau toko online sekian persen untuk produk lokal atau UMKM.

Dengan begitu, produk pangan lokal bisa terakomodir dalam e-commerce,” jelas dia. Kendati begitu, Rusli mengingatkan bahwa cara seperti itu tidak perlu dilakukan dalam jangka panjang. Di sisi lain, pemerintah juga harus mendorong pengembangan produk lokal supaya bisa masuk radar e-commerce.

Dia mencontohkan, pemerintah bisa membantu meningkatkan literasi digital produsen pangan lokal. “Karena saat ini masih banyak UMKM yang tidak bisa mengakses dunia digital,” tukas Rusli.

Sumber : Koran-jakarta.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar