
Perekonomian global yang saat ini berangsur pulih dan baik, menurut Andry, selayaknya dimanfaatkan sebagai momentum perbaikan perekonomian. “Namun, kondisi ini tergantung pada Indonesia sendiri, apakah mampu melihat peluang ini sehingga bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 atau tidak,” ujarnya.
Mengacu realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 yang sebesar 5,07%, menurut Andry, masih kalah dibandingkan dengan beberapa negeri jiran di kawasan Asia Tenggara. Meski masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Thailand yang sebesar 4,3%, tetapi masih di bawah Filipina yang mampu tumbuh 6,6%, dan Malaysia yang tumbuh 6,2%.
Berdasarkan beberapa faktor di atas, Andry mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 belum akan naik signifikan. “Dengan mempertimbangkan beberapa faktor, di antaranya konsumsi rumah tangga yang masih stagnan, saya rasa sulit untuk mencapai target 5,4% pada 2018. Indef memprediksikan PDB 2018 sebesar 5,1%,” ujarnya.
Sektor jasa perdagangan terbukti tidak lesu, karena mengacu PDB 2017 berdasar lapangan usahanya, ternyata mampu tumbuh positif bersama sektor informasi dan komunikasi, sektor transportasi, dan pergudangan.
Kendati begitu, Andry mengatakan, tutupnya sejumlah gerai ritel memang diindikasikan akibat adanya pelemahan daya beli masyarakat. Ini kemungkinan akan berlanjut jika masyarakat memilih untuk menahan konsumsinya.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar