Bank Emoh Buka-Bukaan, Pajak Mundur Teratur

Ditjen Pajak menunda aturan pelaporan bukti pemotongan pajak bunga deposito.

Seorang manajer di sebuah kantor cabang bank swasta nasional mengeluh, banyak nasabahnya tiba-tiba menarik simpanan deposito dalam jumlah cukup besar. Pemicunya: Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak merilis aturan baru tentang formulir daftar bukti pemotongan pajak atas bunga deposito dan tabungan.

Menurut sumber Tabloid KONTAN, peraturan baru itu menyebabkan nasabah khawatir diminta aparat pajak merevisi pembayaran pajaknya. “Sebagian besar deposan yang menarik dana adalah nasabah korporasi,” kata si sumber.

Beleid yang membuat deposan resah adalah Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-01/PJ/2015 yang terbit akhir Januari lalu. Aturan yang diteken Pelaksana Tugas Dirjen Pajak Mardiasmo itu merevisi Perdirjen Pajak No. PER-53/PJ/2009 tentang Bukti Formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 Ayat 2, SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 serta Bukti Pemotongannya.

Yang menjadi masalah, dalam beleid yang berlaku Maret nanti, Ditjen Pajak mengubah ketentuan bentuk formulir bukti pemotongan PPh final Pasal 4 atas bunga deposito dan tabungan menjadi lebih terperinci. Dalam aturan lawas, bank sebagai pemotong pajak hanya diminta menyebutkan  secara gelondongan jumlah nasabah, nilai objek pajak, dan nilai PPh yang mereka potong. Pada peraturan terbaru, bank harus mengungkapkan secara terperinci semua nama nasabah berikut nomor ppokok wajib pajak (NPWP), nomor identitas seperti KTP, dam alamat nasabah beserta nomor bukti pemotongan serta jumlah PPh yang dipungut dari setiap nasabah.

Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP, menilai, regulasi anyar itu berdampak secara psikologis terhadap nasabah. Sebab, peraturan ini kurang selaras dengan Undang-Undang Perbankan yang mengatur kerahasiaan bank.

Oleh karena itu, Bujung R. Hanani, Direktur Utama Bank Antardaerah, menyatakan, aturan pajak ini bakal berefek sangat besar dalam penerapannya. “Nasabah akan memilih menarik tunai dana di bank atau memindahkan dananya ke luar negeri,” ujar Bujung. Meski begitu, ia buru-buru menambahkan, saat ini kondisi perbankan masih aman.

Taswin Zakaria, Presiden Direktur Bank Internasional Indonesia (BII), menegaskan, belum ada penarikan dana dalam jumlah besar. Operasional perbankan juga masih berjalan normal. “Tidak ada pergerakan berarti dari nasabah terkait aturan tersebut,” kalim Taswin.

15

Bank tidak patuh

Tentu, Ditjen Pajak bukan tanpa alasan menerbitkan ketentuan baru itu. Wahyu Karya Tumakaka, Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Masyarakat Ditjen Pajak, mengatakan, bentuk baru formulir bukti pemotongan pajak atas bunga deposito tersebut untuk memeriksa kepatuhan perbankan sebagai pemungut pajak dan nasabah sebagai wajib pajak.

Dengan cara ini, Ditjen Pajak bisa mengetahui berapa bunga simpanan yang masuk ke kantong wajib pajak dari bank. Alhasil, kantor pajak bisa lebih mudah memeriksa kekayaan wajib pajak. Di sisi lain, Ditjen Pajak juga bisa melakukan pemeriksaan penghasilan yang dilaporkan bank. Bagi bank, bunga yang diperoleh nasabah merupakan biaya atau beban yang ujung-ujungnya menjadi pengurang pajak yang harus disetor. “Wajar jika kami bertanya biaya bunga itu dibayarkan ke siapa saja,” kata Wahyu.

Dirjen Pajak Sigit Priadi menuturkan, lembaganya selama ini tidak bisa memeriksa ulang, apakah pungutan pajak atas bunga deposito sudah benar. Sebab, bank hanya memberikan data secara gelondongan. “Selama ini kami tidak punya sarana untuk melihat, apakah pajak yang dipungut sudah disetor dengan benar,” ujarnya.

Kekhawatiran bank terkait pelarian dana nasabah terlalu berlebihan dan mengada-ada

Menjadi pertanyaan, apakah ada bank yang tidak patuh menyetorkan pungutan pajak atas bunga deposito? Sigit bilang, indikasi ketidakpatuhan bank memang belum terlalu kental. Yang jelas, Ditjen pajak ingin mengawasi semua kegiatan pemungutan pajak dengan benar. Itu sebabnya, ketentuan baru ini menjadi sarana Ditjen Pajak untuk mengawasi.

Pastinya perbankan tak mau diam begitu saja. Memang, perbankan mendukung langkah aparat pajak meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak. “Asalkan tidak bertentangan dengan aturan kerahasiaan bank,” tegas Taswin.

Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) pun langsung bergerak cepat, dengan membicarakan aturan pajak ini bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Wakil Ketua Umum Perbanas sekaligus Direktur Utama Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, hasil pembicaraan itu akan disampaikan OJK kepada Menteri Keuangan. “Kami berharap aturan tersebut ditunda untuk waktu yang tidak bisa ditentukan,” kata Jahja

Berbalik arah

Gayung bersambut. OJK mengakomodasi keresahan para bankir. Mulya E.Siregar, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan I OJK, mengatakan, pemberlakuan aturan tentang bukti ppotong pajak atas bunga deposito berpotensi melanggar UU Perbankan terkait kerahasiaan bank dan nasabah. “Data nasabah tidak boleh diminta secara langsung kecuali jika nasabah mengemplang pajak,” tegasnya.

Meski perbankan meminta penundaan aturan tersebut, hingga Rabu (18/2) siang, Ditjen Pajak masih kukuh. Kepada Tabloid KONTAN Sigit menyatakan dengan tegas, tidak akan menunda pemberlakukan ketentuan itu karena tidak secara langsung melanggar kerahasiaan perbankan. “Jadi, belum ada penundaan karena baru berlaku bulan Maret,” ucap dia.

Tapi, pendulum dengan cepat berbalik arah. Selang beberapa jam, Rabu Sore, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menggelar pertemuan dengan Ditjen Pajak dan OJK. Hasilnya adalah, aturan baru bukti potong pajak atas bunga deposito tidak jadi diberlakukan mulai awal bulan depan. “Ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan,” ujar Bambang.

Menurut Bambang, keputusan penundaan tersebut lantaran mempertimbangkan UU Perbankan. Sedang Sigit beralasan, penerapannya ditunda karena Ditjen Pajak belum siap.

Darussalam, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, menilai, kekhawatiran perbankan menyangkut pelarian dana nasabah terlalu berlebihan dan mengada-ada. Jika sampai memindahkan dana keluar negeri, bisa jadi nasabah tersebut sebetulnya tidak patuh membayar pajak. Aturan kerahasiaan bank juga tidak bisa menjadi alasan bank enggan membuka data nasabah. “Dimanapun, kepentingan bank tunduk dengan kepentingan pajak,” kata Darussalam.

Ya, semoga, penundaan aturan ini tidak sampai menciptakan skandal pajak Swiss Leaks di Indonesia. Alih-alih menyetorkan pajak dengan benar, bank justru membantu nasabah menghindari kewajibannya.

 

sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , ,

Tinggalkan komentar