Pimpinan Kantor Pajak Mulai Minta Pulang Lebih Malam

4APA yang dirasakan pegawai pajak? Betulkah kenaikan insentif membuat mereka lebih bersemangat untuk bekerja?

Norman dan sang istri sama-sama pegawai negeri sipil (PNS) golongan III-b di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. Mereka bertugas di Kantor Pajak Pratama Jakarta Selatan. Akhir tahun lalu keluarga kecil Norman menempati rumah baru seluas 114 meter persegi di kawasan Jakarta Timur. Rumah sederhana yang dibeli seharga Rp 580 juta itu menjadi kado bagi putra kecil mereka yang baru berusia 16 bulan sekaligus untuk menyambut buah hati kedua kelak. ”Istri lagi hamil. Alhamdulillah, sudah tiga bulan kandungannya,” ujar Norman kepada Jawa Pos kemarin (28/3).

Setengah dari harga rumah itu memang dibayar secara tunai hasil menabung Norman sejak memulai karir. Sisanya, Norman maupun istrinya sama-sama mengajukan kredit tanpa agunan (KTA) dengan tenor empat tahun. ”Jadi, ya sekarang lumayan mengencangkan ikat pinggang,” ungkap Norman yang resmi menjadi PNS di Ditjen Pajak sejak 2009.

Adanya guyuran insentif dari pemerintah untuk pegawai pajak seperti Norman bisa saja membuat dia segera membeli perabotan rumah atau bahkan mengisi garasi dengan mobil baru. Namun, pria berusia 30 tahun itu sampai sekarang masih memilih tetap setia dengan kendaraan Vespa Super lansiran 1978-nya.

”Sekarang kita (pegawai Ditjen Pajak, Red) memang istilahnya dikasih angin segar. Kalau target tercapai, artinya ada insentif. Tapi, kalau target tidak tercapai, yang ada malah pengurangan,” terangnya. Jalan pikiran itu, ungkap Norman, diambilnya supaya tidak terjadi risiko di kemudian hari.

Norman khawatir target tidak tercapai. Sementara pada saat yang sama dia sudah meningkatkan taraf dan gaya hidup, misalnya dengan mencicil mobil. ”Bukannya dapat insentif, malah dipotong, kan bisa kelabakan. Jadi, tetap seperti biasa saja. Memang sih, bergantung pribadinya masing-masing. Tapi, buat saya harta itu ujian,” tuturnya.

Norman menyadari, seandainya target setoran pajak tercapai, dirinya akan meraup tambahan hampir dua kali dari gaji saat ini. Sejalan dengan itu, beban dan jam kerja juga meningkat. ”Yang kasihan itu para pelaksana (di lapangan). Saya juga pelaksana, tapi sudah ada jabatan. Nah, pelaksana itu katakanlah kalau target terpenuhi dapat insentif Rp 1 juta misalnya. Kalau tidak tercapai, bisa dipotong sampai Rp 1,5 juta. Jadi kan berkurang dari yang lama,” paparnya.

Yang akan sangat menikmati insentif adalah pegawai mulai golongan eselon IV ke atas. Insentifnya terasa sangat signifikan. Sebab, di golongan itu, kalaupun target tidak tercapai, tetap akan ada kenaikan dari gaji reguler meskipun tak sebesar jika target tercapai.

Di kantor tempat Norman bekerja, pasca penandatanganan insentif tersebut, pimpinan mulai meminta tambahan jam kerja dan tentu saja tuntutan untuk lebih bekerja keras. Selain karena mengejar insentif, juga lantaran tingginya target yang ditetapkan. Sehingga, dengan jam kerja PNS biasa, kecil kemungkinan target tercapai.

Sebelumnya Norman harus mulai mengantor pukul 07.30 dan pulang 17.00. Mulai April 2015, waktu pulang lebih malam, minimal pukul 18.00. ”Kami sekarang pakai sistem kerja bareng-bareng. Sebisa mungkin kerjakan bareng supaya tercapai,” imbuhnya.

Sikap berhati-hati dan waspada juga dilakukan kalangan pengusaha. Mereka mengaku tidak mempermasalahkan remunerasi yang terlalu tinggi diberikan kepada pegawai pajak demi mengejar target pajak yang naik 40,3 persen tahun ini. Hanya, pengusaha berharap Ditjen Pajak tidak membabi buta dalam mengejar target itu.

”Biar saja mau digaji tinggi asalkan kerjanya juga bagus, tapi jangan mengulangi kesalahan yang dulu. Jangan timbul Gayus Tambunan yang baru karena kalau target naik, godaannya juga pasti lebih tinggi,” tutur Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto kemarin.

Secara umum, Suryo menilai target penerimaan pajak yang terlalu tinggi justru bisa kontraproduktif jika membebani dunia usaha. Tingginya pajak yang dikenakan bisa menjadi lahan kolusi baru antara pengusaha dan petugas pajak. ”Jangan sampai mau meningkatkan (penerimaan), tapi malah kontraproduktif,” ingatnya.

Pihaknya lebih memilih pajak dikenakan dengan besaran yang wajar dan logis sehingga pelaku usaha senang hati membayarnya. Sebab, pada dasarnya semua pengusaha menyadari bahwa pajak berguna untuk pembangunan negara. ”Kalau selama ini ada yang nunggak (membayar), itu bisa jadi karena pajaknya yang terlalu tinggi,” tukasnya.

Suryo menyebutkan, pengusaha menyumbang sekitar 80 persen penerimaan pajak. Karena itu, pemerintah seharusnya mempermudah perizinan dan meringankan pajak. ”Banyak investor melirik negara yang pajaknya lebih murah, birokrasinya gampang. Jumlah pelaku usaha bertambah sehingga penerimaan pajak naik,” jelasnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B. Sukamdani menerangkan, belum tentu penghargaan yang diberikan kepada pegawai pajak itu berkorelasi langsung dengan kinerja. ”Bisa jadi karena sudah punya gaji tinggi, malah santai-santai. Toh, target (penerimaan pajak) itu dihitung secara nasional, bukan target per individu,” ucap dia.

Pihaknya juga berharap peningkatan gaji pegawai pajak secara drastis seperti itu tidak membuat PNS dari instansi lain merasa tak dihargai. Padahal, peran dan tugas mereka sama-sama berat dan rawan kolusi. ”Jangan sampai (gaji tinggi) itu menimbulkan kecemburuan ekonomi di antara mereka,” tuturnya.

Haryadi justru mempertanyakan kebijakan pemerintah menaikkan target pajak terlalu tinggi. Menurut dia, kebijakan tersebut justru kontraproduktif dengan cita-cita negara mendukung dunia usaha. ”Target yang ketinggian pada akhirnya akan memunculkan kebijakan-kebijakan baru yang tidak masuk akal yang justru melemahkan ekonomi nasional,” tambah dia.

Menurut Haryadi, kenaikan besaran tarif pajak, bea, dan cukai haruslah dilakukan dengan cara bertahap. Tidak serta-merta demi mencapai target yang terlalu tinggi. Kenaikan pajak yang dilakukan secara langsung akan membebani pelaku usaha. ”Banyak pelaku usaha yang mulai gelisah, panik. Padahal, kalau pajaknya wajar, kami bayar dengan senang,” tegasnya.

 

Sumber: JAWA POS

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar