JAKARTA. Isyarat perlambatan ekonomi Indonesia semakin nyata. Setidaknya, ini terlihat dari data survei penjualan eceran yang diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) untuk periode Mei 2015. Selama Mei, BI mencatat penjualan eceran melambat dan masih akan berlanjut pada bulan Juni 2015 saat puasa.
Indeks Penjualan Riil (IPR) Mei 2015 tercatat 179,7 atau tumbuh 19,8% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 23,1%.
Perlambatan penjualan eceran ini terjadi pada hampir seluruh kelompok barang, yakni makanan maupun non makanan. Pertumbuhan kelompok makanan turun dari 31,4% (year on year) pada April 2015 menjadi hanya 28,9% pada Mei 2015. Sementara pertumbuhan penjualan eceran di kelompok non makanan turun dari 28,9% pada April 2015 menjadi 12,7% pada Mei 205. “Perlambatan penjualan terbesar terjadi pada kelompok peralatan informasi dan komunikasi, diikuti kelompok barang lainnya terutama penurunan penjualan produk sandang,” demikian hasil survei BI, Rabu (8/7).
Perlambatan pertumbuhan ini diperkirakan masih akan berlanjut pada Juni ini. Menurut BI, IPR Juni 2015 diperkirakan sebesar 182,2 atau tumbuh 18,5% ketimbang Juni 2014. Laju pertumbuhan ini lebih rendah dibanding 19,8% pada bulan sebelumnya.
Sama seperti Mei, faktor penting penyebab perlambatan pertumbuhan penjualan eceran ini adalah penjualan kelompok non makanan. Di Juni, pertumbuhan kelompok non makanan turun jadi 6,5% dari 8,3% di Mei 2015. Adapun kelompok makanan tumbuh relatif stabil pada level 28%.
Namun, Bank Sentral mencatat tekanan harga secara umum pada periode 3 dan 6 bulan ke depan diperkirakan akan menurun. Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 dan 6 bulan ke depan masing-masing sebesar 145,9 dan 132,2, lebih rendah dibandingkan perkiraan bulan sebelumnya 146,4 dan 135,5. “Penurunan ekspektasi harga pada Agustus 2015 dipengaruhi oleh kembali normalnya permintaan masyarakat pasca hari raya Idul Fitri,” terang BI.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara bilang, pemerintah masih mengandalkan konsumsi masyarakat untuk mendorong ekonomi. Berbagai upaya yang telah dilakukan seperti menurunkan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) diharapkan mampu menggenjot pertumbuhan. “Daya beli masyarakat harus kami jaga. Inflasi kami jaga,” papar Suahasil.
Pemerintah maupun BI memperkirakan inflasi hingga akhir tahun turun ke 4,2%. Pemerintah memperkirakan konsumsi rumah tangga masih bisa tumbuh secara tahunan pada level 5,2%. Pada triwulan II laju konsumsi masyarakat sedikit naik ke 5,1%, lalu pada triwulan III dan IV naik ke level 5,3% dan 5,2%.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar