Terganjal Perizinan, Target Investasi Migas Meleset

32JAKARTA. Harga minyak dunia yang terus anjlok dan aneka kebijakan pemerintah menjadi bandul bagi pebisnis minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Kini, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di Indonesia mulai mengerem investasi. Hal ini terlihat dari realisasi investasi baru sektor migas sepanjang semester I-2015 yang baru terlaksana 35,67%, dari total target US$ 20,18 miliar sepanjang 2015.

Hingga Semester I tahun 2015,  KKKS telah merealisasikan investasi sebesar US$ 7,2 miliar. Angka ini tentu saja masih mini yakni baru 35,67 % dari target investasi hulu migas yang mereka sampaikan kepada pemerintah yakni sebesar US$ 20,181 juta. Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Budi Agustyono memprediksi dengan kondisi seperti sekarang bakal sulit untuk mencapai target investasi sepanjang tahun.

Ia mengakui, selain harga minyak yang lesu darah saat ini KKKS mengeluhkan perizinan terutama di pemerintah daerah. Perizinan ini terutama  untuk kegiatan pengeboran dan eksplorasi lainnya. “Jadi bukan semata karena penurunan harga minyak dunia. Apalagi fasilitas produksi dan mekanisme menjual minyak sudah mapan,” ujar Budi kepada KONTAN, Rabu (29/10).

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya investasi hulu migas adalah karena gagalnya penemuan cadangan migas. Semula KKKS memang berharap menemukan cadangan migas, tetapi ternyata cadangan tidak terbukti. Akibatnya, rencana mereka untuk melakukan pengeboran 10 sumur harus dibatalkan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Komunikasi dan Protokol SKK Migas Zuldadi Rafdi. Dia menyebut, pelemahan harga minyak dunia tidak berdampak langsung pada penurunan investasi hulu migas.

Saat ini rata-rata biaya lifting migas per barel di Indonesia sebesar US$ 22–US$ 30 per barel. Dengan cost per barrel sebesar itu, jika harga minyak di kisaran US$ 50 per barel –US$ 60 per barel, masih bisa mendatangkan margin  bagi perusahaan migas.

Menurut Zuldadi, rendahnya investasi hulu migas lebih karena keputusan korporasi para KKKS sendiri. Salahsatunya  akibat ketidakpastian hukum mengenai perizinan, dianggap memberatkan.

Selain itu, ada faktor kebijakan perubahan penggunaan mata uang dalam transaksi pada industri migas dari sebelumnya menggunakan dollar Amerika Serikat ke mata uang rupiah. “Perubahan-perubahan itu yang membuat kalangan industri migas wait and see,” jelas dia.

5Produksi meleset

Akibat dari investasi yang masih minim, produksi minyak mentah Indonesia pun masih jauh dari harapan. “Per Juli 2015 ini rata-rata 800.000-an barel per hari,” terang Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiraatmadja Puja. Padahal target produksi minyak tahun ini 825.000 bph

Deputy Chairman Indonesia Petroluem Association (IPA) Sammy Hamzah menilai, realisasi investasi hulu migas yang rendah pada semester I-2015 ini membuat ia pesimistis target investasi tahun ini bisa dicapai.  Apalagi, rata-rata perusahaan migas saat ini mengurangi belanja investasi mereka.

Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Kementerian ESDM Susyanto, mengakui, banyaknya perizinan yang berbelit-belit menjadi salah satu persoalan yang menghambat investasi hulu migas. “Solusinya, pemerintah akan mengeluarkan sistem pelayanan satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal,” ujarnya.

Sementara soal kewajiban memakai rupiah ia menyebut sudah ada beberapa pengecualian bagi industri ini.

Pengamat Energi dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menyatakan, investasi migas di Indonesia terus mengalami penurunan peringkat dibandingkan dengan negara lain. “Kini Indonesia di atas satu level dengan Timor Leste,” katanya.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar