Pengusaha Harus Bayar Penuh Royalti Tambang

7JAKARTA. Dalam proses renegosiasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengubah status komoditas batubara yang selama ini seolah-olah dimiliki perusahaan tambang menjadi komoditas milik negara. Buntutnya, pemerintah meminta royalti dibayarkan tanpa dipotong biaya-biaya lainnya. Istilah ini bernama in cash.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, seluruh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 1, 2, dan 3 bakal menggunakan mekanisme in cash. “Tak perlu mengubah regulasi karena itu, kan, dibuat di amandemen kontrak yang sekarang sedang direnegosiasi,” tutur dia kepada KONTAN, Minggu (9/8).

Dengan menggunakan skema in cash, pemasukan negara akan sesuai dengan yang tertulis, yakni 13,5%.

Pasalnya, selama ini, pengusaha batubara pemegang PKP2B menerapkan pembayaran royalti in kind sehingga paradigmanya batubara adalah milik perusahaan. Buntutnya, pemerintah hanya mendapatkan royalti setelah dipotong biaya sana-sini.

Selama ini, potongan biaya marketing dan lainnya bisa mencapai 6%-9%. ” Jadi, untuk skema in cash, acuannya Harga Batubara Acuan (HBA) yang setiap bulan dirilis Kementerian ESDM, pokoknya royalti 13,5% itu dihitung dari berapa ton yang dijual perusahaan dikalikan HBA,” ungkap Bambang. Dengan demikian, tidak boleh ada pengurangan biaya lainnya.

Bambang mengungkapkan, pada akhir pekan kemarin, 10 PKP2B sudah menerima adanya pembayaran royalti dengan skema in cash. Saat ini tercatat ada 73 perusahaan pemegang PKP2B, namun hanya 61 yang sudah menyepakati soal akan ada amandemen kontrak. Sementara dari 61 PKP2B itu, baru 10 yang sudah meneken amandemen kontrak. “Kami menargetkan, amandemen seluruh perusahaan pemegang PKP2B rampung pada Oktober 2015,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, dalam proses renegosiasi PKP2B, khususnya PKP2B Generasi 1, perusahaan keberatan dengan skema in cash. Sebab, usulan skema tersebut berpotensi merugikan perusahaan. “Proses renegosiasi, kan, mesti didasarkan pada prinsip kesetaraan, jadi keberatan dari dunia usaha mesti didengarkan juga,” katanya.

Pelaku usaha keberatan

Hendra mengungkapkan, kurang tepat bila pemerintah berdalih bahwa penerapan skema in cash itu dilandaskan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Sebab, di dalam UU Minerba, hanya dimungkinkan penyesuaian kontrak, bukan soal penyesuaian pendapatan negara dari tambang minerba.

Sementara itu, Direktur Center for Indonesia Resources Strategic (CIRUS) Budi Santoso menjelaskan, sebenarnya perusahaan tambang tidak keberatan apabila royalti dibayar penuh. Tapi saat ini harga batubara sedang jelek. “Harus disadari oleh pemerintah, sekarang kondisinya tidak memungkinkan,” katanya.

Dia berpendapat, daripada menekan perusahaan, lebih baik pemerintah menyelamatkan perusahaan tambang yang sedang beroperasi. Sebab, mereka saat ini harus berjuang untuk terus beroperasi, ada karyawan yang mesti digaji dan partner mereka dalam mengerjakan proyek. “Itu sebenarnya lebih penting, karena mau naik pendapatan negara atau tidak, itu tidak signifikan,” ujarnya.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar