Devaluasi Yuan Membuka Jalan Impor Tekstil

yuan

JAKARTA. China baru saja merilis kebijakan devaluasi nilai mata uang mereka, yaitu yuan. Kebijakan ini bertujuan untuk menggenjot kinerja ekspor mereka. Keputusan ini bisa menjadi ancaman bagi Indonesia yang selama ini menjadi pasar ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China.

Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menyatakan, kebijakan devaluasi yuan tersebut akan mempersulit pengusaha tekstil Indonesia. Menurut Ade, ada dua dampak yang akan dirasakan industri tekstil Indonesia.

Pertama, ekspor produk TPT dari China berpotensi bertambah ke Indonesia. Sebab, devaluasi mata uang akan membuat murah harga produk tekstil maupun produk garmen dari China. “Saat daya beli turun, tentu konsumen dalam negeri memilih produk murah impor dari China,” kata Ade kepada KONTAN, Jumat (14/8).

Maka itu Ade bilang, devaluasi yuan akan menjadi ancaman serius untuk pasar tekstil di tanah air. Walaupun Ade belum bisa memprediksi kenaikan angka impor produk TPT ke Indonesia, tahun lalu, impor TPT dari China mencapai separuh dari nilai impor TPT nasional. API mencatat, nilai impor TPT nasional mencapai US$ 8 miliar. Separuhnya atau US$ 4 miliar berasal dari China.

Kedua, pasar ekspor TPT Indonesia bisa tergerus produk TPT dari China. Tak hanya pasar ekspor Indonesia ke negara lain saja, ekspor produk TPT dari Indonesia ke China juga ikut terancam.

“Seharusnya kita bisa menambah ekspor ke China, karena devaluasi akhirnya itu sulit dilakukan,” ujar Ade. Menurut Ade, nilai seluruh ekspor produk TPT Indonesia mencapai US$ 12 miliar pada tahun 2014 lalu.

Adapun ekspor produk TPT Indonesia ke China diperkirakan hanya US$ 1 miliar, atau 8,3% dari total ekspor Indonesia. Ekspor TPT Indonesia menyasar 48 negara, yang tersebar di kawasan Amerika sebesar 36%, Eropa 16%, Jepang 7%, Asia Tenggara 7%, Timur Tengah 7%, sisanya ke negara-negara lainnya.

Perjanjian dagang 

Terkait devaluasi yuan ini, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) Iwan S. Lukminto tak mau berkomentar banyak. Ia hanya bilang, devaluasi mata uang China memang sempat mengguncang pasar uang dunia. “Namun kami tetap melihat kondisi pasar masih positif,” kata Iwan kepada KONTAN, Jumat (14/8).

Terkait dampak devaluasi yuan terhadap pasar ekspor tekstil Indonesia, Iwan enggan menjawabnya. Begitu juga dengan dampak kebijakan devaluasi yuan terhadap pasar tekstil domestik.

Adapun Direktur PT Pan Brothers Tbk (PBRX) Fitri Ratnasari Hartono bilang, kebijakan devaluasi mata uang yang dilakukan China tidak berpengaruh ke perusahaannya.

Ia beralasan, andalan pasarnya bukan pasar dalam negeri melainkan ekspor “Penjualan kami 90% untuk ekspor,” terang Fitri kepada KONTAN, Jumat (14/8). Untuk pasar ekspor PBRX, kebanyakan menyasar Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Jepang. “Kami tidak terganggu dengan ekspor China. Karena industri garmen di China mulai ditinggalkan, mereka beralih ke industri teknologi dan jasa,” ujar Fitri.

Agar ekspor tekstil Indonesia makin lancar, Ade meminta pemerintah membuka perjanjian dagang dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS). “Eropa dan AS adalah pasar TPT besar bagi Indonesia,” kata Ade.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar