Mendapat penolakan keras dari beberapa pengusaha smelter, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan, tidak ada pelonggaran kebijakan ekspor. Hanya perlu diingat, keputusan ini bukan sepenuhnya wewenang Menteri ESDM, tapi Presiden.
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nampaknya kukuh, tak rela bila program hilirisasi sumber daya mineral terhenti. Menteri ESDM Sudirman Said menegaskan, laporan ekspor konsentral mineral masih berlanjut.
Pernyataan ini sekaligus menjawab usulan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk membuka ekspor konsentrat mineral dengan tujuan mendulang valuta asing sekaligus menyelamatkan cashflow perusahaan yang tengah membangun smelter.
Sudirman menjelaskan, tujuan hilirisasi ini merupakan upaya mereformasi struktural perekonomian Indonesia. Apalagi, Presiden juga berulang kali mengingatkan ketergantungan impor Indonesia. Dan, membangun smleter bertujuan memperkuat industri Indonesia.
Sudirman mengakui, beberapa pekan lalu muncul wacana dri pemerintahan untuk membuka keran ekspor mineral mentah. Pembicaraan ini masuk dalam konteks insentif pemerintah untuk mendukung pengusaha yang tengah berinvestasi membangun smelter. Dengan membuka keran ekspor pemerintah berharap pembangunan smelter cepat terealisasi.
Hanya, Sudirman meragukan kebijakan tersebut nyata-nyata bisa membantu cashflow perusahaan yang tengah membangun smelter. Saat ini semisal, harga komoditas mineral tengah longsor di pasar ekspor.
Di sisi lain, wacana membuka keran ekspor ini perlu di kaji, dari sisi lingkungan hidup, konsistensi kebijakan dan hasil konkret jika ekspor dibuka. “Saya ingin menegaskan bahwa relaksasi ini tidak akan dilanjurkan, tidak akan dibahas lagi,” tegas Sudirman.
Sudirman mengatakan, cuma pengusaha bauksit yang ribut minta kelonggaran ekspor. Dalam catatan Kementerian ESDM, hingga pertengahan 2015, ada sembilan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan progres pembangunan smelter 6% – 10%; lalu 19 IUP progresnya 11% – 30%; kemudian 18 IUP 30-50%, sementara 13 IUP progresnya 50% – 90%.
Sayang, penegasan Menteri ESDM ini tak meyakinkan Ketua Indonesia Mining Institute Irawandy Arif. Arif menilai kewenangan kebijakan ini ada di Menko Perekonomian dan Presiden Joko Widodo. Namun, “Saya sepakat tidak perlu ada relaksasi,” ungkap dia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia Ladjiman Damanik menilai relaksasi ekspor lebih manfaat ketimbang insentif fiskal seperti tax allowance maupun tax holiday yang membatasi investasi minimum US$ 80 juta untuk mendapatkannya. Meski ia juga menyadari relaksasi ekspor bisa merumitkan pengusaha yang membangun smelter, karena minimnya pasokan bahan baku.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar