Perlakuan Pajak bagi Wanita Kawin

tax11

Ada yang mengatakan bahwa kebijakan perpajakan di Indonesia dirasakan memberatkan para wanita. Terdapat ketidakadilan besaran tarif pajak yang harus dibayar seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarga. Pajak penghasilan (PPh) sebuah keluarga misalnya, akan dibayarkan atas nama suami. Jika istri bertindak sebagai tulang punggung keluarga, PPh akan tetap menyebutkan nama suami sebagai wajib pajaknya. Apakah memang demikian? Bagaimana sebenarnya perlakuan pajak bagi wanita yang berstatus menikah?

Any – Jakarta

Baik ibu. Terima kasih atas kiriman pertanyaannya. Pada dasarnya setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan NPWP.

Secara khusus memang diatur bahwa bagi wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, sepanjang tidak hidup terpisah atau tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis dengan suaminya, maka hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya.

Ketentuan di atas tidak berlaku bagi wanita kawin yang menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri, terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Dalam hal demikian, ia harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Namun apabila sebelum menikah telah memiliki NPWP, maka yang bersangkutan tidak perlu lagi mendaftarkan diri.

Terkait dengan pelaksanaan ketentuan PPh, perlu diketahui bahwa Undang-undang PPh menganut prinsip keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis. Ini megandung arti bahwa penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenakan pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.

Namun dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dapat dilakukan secara terpisah. Ketentuan penggabungan penghasilan di atas menjadi tidak berlaku apabila istri melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dengan suaminya, atau istri memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya, atau karena istri semata-mata memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan sudah dipotong pajaknya.

Dalam hal pelaporan SPT tahunan, maka istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri wajib menyampaikan SPT Tahunan  PPh Orang Pribadi atas namanya sendiri, terpisah dengan SPT Tahunan suaminya. Dengan demikian, penghasilan yang dilaporkan dalam SPT tahunan suaminya. Dengan demikian, penghasilan yang dilaporkan dalam SPT tahunannya adalah atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh istri dalam suatu tahun pajak.

Sedangkan perhitungan PPh terutang istri dalam SPT Tahunannnya tersebut didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami dan istri dan besarnya PPh terutang bagi istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan istri.

Demikian pula pada saat pelaporan harta dan kewajiban istri di SPT Tahunan. Harta dan kewajiban yang dimaksud adalah harta dan kewajiban yang dimiliki dan/atau dikuasai istri pada akhir tahun pajak.

Selanjutnya dalam penghitungan PPh pasal 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja, besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) karyawati kawin yang dapat dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, yakni sebesar Rp 36 juta setahun atau Rp 3 juta sebulan. Hal ini wajar mengingat status kawin dan jumlah tanggungan sudah melekat pada suaminya, sehingga dapat dihindarkan terjadinya penghitungan PTKP ganda dalam satu keluarga, yakni antara suami dan istri.

Sedangkan bagi karyawati kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau tidak memperoleh penghasilan, maka besarnya PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya sepenuhnya (maksimal tiga orang). Ketentuan ini dimaksudkan agar terdapat perlakuan yang sama dengan wajib pajak lainnya dan sebagai keringanan mengingat karyawati yang bersangkutan suaminya tidak memperoleh penghasilan. Hal ini juga menjadi semacam pengecualiann bahwa dalam keadaan tertentu status kawin dan jumlah tanggungan dapat diambil alih oleh istri dari suaminya. Demikian.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar