Asap Menyengat, Regulasi Digugat

Aturan yang Dinilai Mendukung Pembakaran Hutang dan Lahan

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan/Lahan.

Pasal 4:

Ayat 1: Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektare (ha) per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa.

Ayat 2: Kepala desa menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota.

Ayat 3: Izin pembakaran lahan tersebut tidak diperbolehkan pada kondisi curah hujan di bawah Normal, kemarau panjang dan iklim kering.

2. UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 69

Ayat 1: Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar

Ayat 2: Ketentuan di atas memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing

Kearifan lokal yang dimaksud adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal dua hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

3. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No 15/2010 tentang Perubahan Peraturan Gubernur Kalteng No 52/2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi masyarakat Kalimantan Tengah

Pasal 1

Ayat 2: Pejabat yang berwenang memberikan izin (pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara dibakar) adalah bupati atau walikota.

Kewenangan memberikan izin di bawah 5 ha

· Camat luas lahan 2 ha-5 ha

· Lurah atau kepala desa luas lahan 1 ha-2 ha

· Ketua RT luas lahan 1 ha

Izin pembakaran secara kumulatif per wilayah per hari

· Tingkat kecamatan maksimal 100 ha

· Tingkat kelurahan/desa maksimal 25 ha

4. Perda Provinsi Riau tentang Pedoman Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan, dan Lingkungan Hidup.

Peraturan tersebut membolehkan pembakaran lahan untuk pertanian, perkebunan, dan perladangan. Syarat pembakaran diatur melalui pasal 3 Ayat 4 tentang ketentuan mengenai perizinan pembakaran lahan yang diatur lewat peraturan di tingkat desa dan kabupaten, terkait hak ulayat.

Sumber: UU No. 32/2009, Pergub Kalteng No. 15/2010 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi Masyarakat Kalimantan Tengah, dan Perda Provinsi Riau

bakar

Jakarta. Asap pekat akibat kebakaran hutan kini menyelimuti hampir dua pertiga wilayah Indonesia. Asap ini dituding menjadi ganjaran mahal atas kekeliruan pemerintah dalam menyusun regulasi yang memberi celah hukum terjadinya pembakaran lahan dan mengakibatkan lemahnya sanksi bagi para pelanggar.

Atas fakta itu, sejumlah pihak mulai menggugat sejumlah aturan. Yang terbaru, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan judicial review atau uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 39/2014 tentang perkebunan. “Kami sudah mendaftarkan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar Mansuetus Darto, Ketua SPKS, Selasa (27/10).

Penggugat menyoroti pasal 42 UU perkebunan yang pada intinya mengatur perusahaan perkebunan dapat memulai usaha perkebunan dengan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan/atau Hak Guna Usaha (HGU). Padahal, seharusnya usaha perkebunan baru bisa beroperasi setelah mengantongi IUP dan HGU. “dalam praktiknya, banyak perusahaan kebun yang langsung membuka lahan dengan cara membakar setelah mengantongi IUP dari pemerintah daerah,” tuding Mansuetus.

Jefri Saragih, Direktur Eksekutif Sawit Watch menambahkan, berdasarkan temuan Sawit Watch, seluruh lahan sawit yang terbakar saat ini merupakan lahan tanpa HGU. Sanksi pencabutan HGU jelas tak membuat efek jera bagi perusahaan.

Meski belum ada gugatan resmi, di saat yang sama, muncul desakan untuk merevisi UU no 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, terutama di pasal 69 ayat 2, yang melapangkan warga setempat membakar hutan dengan luasan maksimal dua hektare (ha). Aturan ini menjadi rujukan daerah menyusun peraturan daerah yang melegalkan pembakaran lahan (lihat tabel).

Togar Sitanggang, Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) membantah celah hukum itu jadi dalih pekebun kelapa sawit membakar lahan.

Perusahaan sawit sudah patuh pada prosedur, yaitu mengajukan IUP sebelum membuka lahan, lalu mengajukan HGU sebelum tahap penanaman.

Setali tiga uang, Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi IV DPR juga menampik lahirnya UU perkebunan membuka celah pekebun membuka lahan tanpa punya HGU, sehingga leluasa membakar lahan. “Ada pasal yang melarang perusahaan maupun perorangan buka lahan dengan cara membakar,” ujarnya.

Pemerintah juga tak mau disalahkan atas penyusunan aturan. Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menolak jika UU Perkebunan dianggap biang kerok pembukaan lahan untuk perusahaan lewat pembakaran. “Pembentukan aturan ini telah melalui uji publik menyeluruh, sehingga kecil kemungkinan terjadi kekeliruan,” tandasnya.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar