Dilema Penegakan Hukum dan Investasi

hutanPemerintah selalu berada di posisi terjepit saat terjadi kebakaran hutan dan lahan. Keengganan membuka nama perusahaan dianggap langkah tak tegas, tapi membuka identitas perusahaan juga bisa berdampak buruk bagi investasi. Benarkah hal ini menjadi dilema pemerintah?

Istilah “tak ada asap jika tak ada api” sepertinya tak cocok lagi menggambarkan kondisi kebakaran hutan dan lahan yang mengerubungi bangsa ini tiga bulan terakhir.

Luas areal terbakar hingga Oktober 2015 lebih dari dua juta hektare (ha) dan menjadi bencana nasional ternyata tak membuat pemerintah berani mengumbar nama-nama perusahaan yang lahannya terbakar dan mengambil langkah hukum yang jelas. Hal ini seolah menggambarkan bahwa lahan ini terbakar tanpa ada yang membakar.

Meski mengantongi peta konsesi kepemilikan lahan perusahaan, tapi pemerintah enggan membeberkannya ke publik. Seringkali pemerintah hanya menyebut inisial nama perusahaan sehingga masih menjadi tanda tanya di mata publik.

Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, pemerintah tak boleh sembarangan menyebut nama perusahaan sebagai pelaku pembakar meski kebakaran terjadi di lahan konsesi mereka. “Selama ini, pemerintah mengumpulkan data kebakaran hutan dan lahan dari citra satelit dan harus turun langsung ke lapangan untuk memastikan perusahaan bersalah atau tidak,” ujar Bambang kepada KONTAN, pekan lalu.

Mengeluarkan inisial nama perusahaan menjadi cara yang fair untuk melindungi asas praduga tak bersalah bagi perusahaan dan keterbukaan informasi bagi publik tanpa ada yang ditutup-tutupi.

Bambang memastikan, pemerintah tak tinggal diam jika ada citra satelit yang menunjukkan bahwa areal yang terbakar adalah lahan milik perusahaan, mulai dari sanksi administrasi hingga pencabutan izin usaha.

Dia mengklaim, pemerintah juga kerap mengambil jalur perdata untuk menuntut ganti rugi atas kebakaran lahan yang disangkakan kepada perusahaan.

Meski begitu, Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah berani mengungkap identitas resmi perusahaan yang lahannya terbakar.

Menurutnya, pengungkapan identitas pelaku pembakar hutan ini penting karena dengan begitu akan menimbulkan efek jera dan publik bisa mengawal langkah hukum yang diambil pemerintah kepada perusahaan bersangkutan.

Selain itu, pengungkapan identitas perusahaan jelas bisa membuat adanya sanksi sosial dari masyarakat terkait produk yang dikeluarkan perusahaan tersebut. “Informasi pelaku pembakar hutan berkaitan dengan orang banyak sehingga publik butuh identitas yang jelas dan bukan inisial,” ungkap Abetnego.

Namun, Ricky Avenzora, Pengamat Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil tindakan hukum kepada perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kelapa sawit yang ditengarai menjadi biang keladi kebakaran hutan dan lahan.

Menurutnya, jika pemerintah sembarang menyebut nama perusahaan tanpa adanya bukti kuat, maka akan timbul masalah baru, yakni pengangguran.

Sebagai pemilik modal, investor merasa tak dilindungi pemerintah karena menyebut nama perusahaan sebelum ada status hukum yang jelas akan menimbulkan penghakiman di tengah masyarakat.

Alhasil, situasi ini berpotensi merugikan perusahaan dan menjalar hingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) missal dan menambah jumlah pengangguran.

Menurut Ricky, saat ini ada 6 juta petani dan pekerja di sektor industri HTI dan kelapa sawit. Semuanya bakal terancam kehilangan pekerjaan jika pemerintah tidak berhati-hati dalam mengungkap dalang pelaku pembakar lahan dan hutan tersebut.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar