Keramik Masih Pesimistis

Industri keramik masih menunggu realisasi janji pemerintah untuk memangkas harga gas

JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan BI Rate dan langkah pemerintah “memaksa” perbankan menurunkan suku bunga kredit Indonesia. Pun demikian, hingga awal Maret 2016 ini, tak ada indikasi yang bisa mendongkrak penjualan keramik.

Pebisnis industry keramik memperkirakan, tahun ini penjualan keramik tak akan tumbuh tinggi, hanya sekitar 10%-15%. Asal tahu saja, penjualan keramik tahun lalu hanya 250 juta m2 , padahal kapasitas produksi terpasang industry ini mencapai 550 juta m2. Dengan asumsi tumbuh 10%-15%, artinya target penjualan tahun ini sekitar 385 juta m2 – 402,5 m2 tahun ini.

Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Hendrata Atmoko menceritakan, hingga dua bulan pertama tahun ini, belum ada tanda-tanda menggeliatnya industry property. Ia memperkirakan permintaan keramik sekitar 70% berasal pasar ritel sedangkan dari proyek konstruksi dan infrastruktur porsinya hanya 30% saja. “Pasar ritel masih cukup besar, kalau permintaan dari proyek volumenya banyak tapi tidak rutin,” ungkapnya ke KONTAN, Minggu (6/3).

Sementara rencana pemerintah membangun sejuta rumah tidak memberikan peluang besar bagi pemain lokal untuk mengisi kebutuhan keramiknya. Penyebabnya tak lain lantaran tidak adanya kewajiban penggunaan keramik berstandard nasional (SNI) di proyek tersebut.

Akibat tak ada kewajiban menggunakan keramik ber SNI ini, kontraktor pilih menggunakan keramik impor yang lebih murah. Hal ini juga dilakukan oleh kontraktor yang mengerjakan proyek satu juta rumah milik pemerintah. “Harusnya ada standardisasi atau mandatory agar produsen lokal yang kecipratan. Sekarang pengembang masih bebas memakai keramik mana yang lebih menguntungkan mereka,” katanya.

Lokal Tertekan

Selain itu, saat ini Hendrata telah mendengar wacana Kementerian Perindustrian ingin melonggarkan aturan impor keramik dengan cara merevisi tiga Peraturan Menteri Perindustrian No.82/2012. No.83/2012, dan No.84/2012. Revisi ini untuk menghilangkan kewajiban adanya surat pertimbangan teknis yang Non Standar Nasional Indonesia (SNI). “Potensinya keramik Non SNI lebih mudah masuk,” katanya.

Dari catatan Asaki, produk keramik impor yang beredar di Indonesia saat ini sudah mencapai 12%-13% dari penjualan 2015. Artinya secara volume, penjualan mencapai 42 juta m2– 45.5 juta m2.

Di sisi lain, pemerintah tak kunjung memenuhi janji untuk memangkas harga gas bagi industry keramik. Pada hal penurunan harga gas ini bisa menekan ongkos produksi dan produk lokal bisa bersaing dengan produk impor.

Penundaan janji pemerintah ini membuat produksi produsen keramik dalam negeri menyusut. Misalnya, PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk. Menurut catatan KONTAN, IKAI mengurangi produksi hingga seperempat terpasang produksinya yang mencapai 6 juta m2. Direktur PT IKAI, Rudy Hartawan sependapat dengan Hendrata : perlu ada kebijakan untuk mendorong penjualan keramik.

Hendrata yang juga Vice President Director PT Asri Panca Warna, produsen keramik granit, menyatakan, pasar keramik granit juga lesu, dan kini harus bersaing dengan produk keramik berbahan baku granit yang berasal dari China.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar