Keppres pengelolaan Kota Batam memperjelas status.
Asa baru terbit bagi para pebisnis di Pulau Batam. Pemantiknya adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 tahun 2016 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas Batam. Regulasi yang menggantikan Keppres tahun 2013 itu menyatakan, BP Batam langsung berada di bawah kendali pemerintah pusat.
Kebijakan anyar itu juga menugaskan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution sebagai Ketua Dewan Kawasan (DK). Sebelumnya, jabatan serupa diemban oleh Gubernur Kepulauan Riau.
Pengelolaan Kota Batam dinilai perlu diperbaharui karena kendati menyandang status kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sejak 2009, kegiatan investasi di Batam belum sesuai harapan.
Penyebab utamanya adalah kebijaka yang tumpang tindih hingga menyulitkan investor. “Batam sudah menjadi Free Trade Zone (FTZ) tapi regulasi dan tata niaganya banyak, ini kontraproduktif,” keluh Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau. Masing-masing kementerian mengeluarkan kebijakan yang harus dipenuhi investor.
Satu bentuk aturan yang bertabrakan itu tercermin dari keribetan yang harus dilalui investor saat ingin memanfaatkan lahan. Tidak sedikit investor yang sudah mengantongi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusaha Batam (BP Batam), kesulitan merealisasikan rencananya karena lahan sudah ditempati.
Tentu, bukan urusan yang mudah bagi investor untuk mengosongkan lahan dari kehadiran rumah-rumah liar. Maklumlah, banyak bangunan liar itu dibekingi oleh preman. Jika ingin menggunakan lahannya, investor mau tidak mau melakukan pengurusan lagi. Kali ini, ke pemerintah kota (Pemkot). “Jadi aturannya bias. Kamu sudah dapat izin HPL dari BP Batam. Tetapi ketika mau dibangun, kami harus berurusan lagi dengan pemkot karena ada warga yang menguasai lahan,” ujar Cahya.
Menurut Cahya, kasus penguasaan lahan oleh rumah-rumah liar di Batam sangat banyak. Ia menyebut ini sebagai contoh tumpang tindih wewenang yang menghambat niat berinvestasi di Batam. Karena itu, Cahya menilai, persoalan lahan termasuk agenda prioritas untuk dibereskan.
Pemerintah harus segera mengambil tindakan sebelum makin banyak investor yang hengkang. “Puncaknya memang tahun lalu, persoalan tumpang tindih kewenangan belum jelas ditambah masalah ekonomi yang memburuk, setidaknya ada 60 perusahaan hengkang tahun lalu,” ujar Cahya. Karenanya, 100.000 buruh menganggur. Investor yang hengkang kebanyakan dari industry galangan kapal.
KEK Besar
Cahya dan para pebisnis di Batam pun menyambut baik niat pemerintah pusat mengambilalih kewenangan DK. Hal itu akan jauh lebih mudah dan jeals bentuk putusannya. Jika ada satu komando di bawah Menteri Koordinator Perekonomian, harapan mereka, tak ada dualisme di daerah lagi.
Kabar lain yang juga membuat Cahya lega adalah status kota Batam. Kota kepulauan itu bakal dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus Besar. “Yang saya dengar, sekalipun status KEK, tapi nanti fasilitasnya akan sama dengan status FTZ. Soalnya Batam hanya akan dijadikan I KEK. Tidak dipecah-pecah,” tutur dia.
Direktur Humas dan Promosi BP Batam, Purnomo Andiantono bilang, jika memang status kota itu diubah dari FTZ menjadi KEK, implementasinya harus jelas. “Kalau pemerintah bilangnya Batam akan menjadi KEK plus, kita juga tidak tahu bedanya apa dengan KEK yang lain,” katanya.
Menurut purnomo, kalau masalahnya penguatan, sebetulnya tidak perlu ada perubahan kebijakan dari awal lagi. “Sebagian pihak menilai neraca ekspor di Batam lebih kecil dibandingkan impor. Tetapi kalau lihat datanya hingga saat ini kita masih surplus ekspornya,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam menyebutkan, nilai ekspor Kotam Batam sepanjang 2015 mencapau US$ 636,03 juta. Sementara nilai impornya mencapai US$ 508,28 juta. Meski demikian, Purnomo mengakui ada investor di Batam yang hengkang. Namun jika dibandingkan dengan jumlah investor yang masuk, angka yang keluar lebih sedikit.
Purnomo justru mempertanyakan, jika memang BP Batam berada di bawah kendali pusat, lantas BP Batam selama ini diawasi siapa? “Sumber dana dari APBN, pendapatan juga msuk ke kas negara bukan daerah, kok. Jadi BP Batam selama ini sudah dikontrol oleh pusat,” tutur dia.
Saran Purnomo, jika memang akan diubah, harus ada kejelasan dari pemerintah terkait kewenangan apa saja yang ada di pusat dan di daerah.
Sementara itu, menurut kabar yang diterima Cahya, BP Batam masih akan ada. Namun akan diangkat menjadi perusahaan yang lebih besar dan akan di pimpin oleh seorang CEO professional. Pekan kedua Maret, pemerintah bersama DK terus melakukan rapat koordinasi (rakor). Senin lalu (7/3) rakor membahas tentang upaya mengurangi banyaknya regulasi terkait Batam. Nantinya, seluruh aturan akan dikodifikasi sehingga hanya satu aturan. Sayang belum ada informasi detail, apa saja kebijakan yang akan disiapkan.
Rakor yang digelar pemerintah pada Kamis (10/3) cuma membahas Badan Pengusahaan yang baru untuk Batam. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, DK akan mengatur dan membenahi agar Batam lebih menarik bagi para investor. “Nantinya, DK akan membentuk Badan Pengusahaan (BP) yang baru supaya di lapangan dapat dilakukan pembenahan secara operasional,” ujarnya. Pramono bilang, detail mengenai BP baru disampaikan pada Senin (14/3). Pramono menegaskan, BP Batam yang ada saat ini tidak dibubarkan.
Namun yang pasti akan ada perubahan manajemen dalam BP Batam yang baru. Selain itu, DK akan melakukan audit di BP Batam yang selama ini ada. Tujuannya, supaya pada proses masa peralihan atau transisi pada BP yang baru tidak akan mengambil kebijakan yang akan merugikan.
Lebih lanjut, Pramono menyatakan, pengusaha yang ada di kawasan FTZ dan mendapatkan privilege tetap akan mendapatkan perlakuan yang sama nantinya. “Kita ikuti saja perintah yang dikeluarkan oleh pusat, selama tujuannya pengembangan,” kata Ahmad Dahlan, Walikota Batam.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar