Langkah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak meminta perbankan dan penerbit kartu kredit melaporkan data transaksi kartu kredit nasabah hangat dibicarakan. Saat ini, data nasabah bank bukan lagi jadi rahasia yang tak bisa dibongkar.
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Destry Damayanti mengatakan, di negara sekaliber Swiss yang terkenal dengan perbankannya yang aman, data nasabah pun bisa dibuka. Asalkan ada keperluan yang penting untuk suatu negara.
“Saya nggak tahu di negara lain seperti apa. Tapi melihat trennya di negara lain pun, kerahasiaan bank menjadi barang yang mahal. Dalam artian bank tidak bisa lagi saklek merahasiakan data nasabahnya,” kata Destry, ditemui di Hotel Le Meredien, Jakarta, Senin (4/4/2016).
“Contohnya di Swiss. Negara yang terkenal ketat dengan data nasabahnya pun, kalau ada permintaan khsusus dari pemerintah suatu negara, negara yang bekerja sama itu data bisa dibuka,” imbuh Destry.
Jadi, bila ada surat permintaan khusus dari suatu negara untuk melacak orang-orang bermasalah lewat data perbankan, maka bank yang dimintai harus membuka datanya.
Destry memaklumi, langkah Ditjen Pajak mengintip data kartu kredit menimbulkan gejolak atau pro dan kontra di kalangan masyarakat, karena ini merupakan aturan baru. Namun bisa aturan ini dilakukan secara konsisten dan disiplin, dengan menjaga kerahasiaan data, orang pasti akan menerimanya.
“Contohnya dulu waktu wajib NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) untuk setiap transaksi properti itu kan ada gejolak juga. Tapi kan maksudnya baik, apakah orang yang mau beli properti bayar pajak atau tidak. Nyatanya sekarang jadi hal yang biasa. Setiap ada transaksi properti pakai NPWP, sudah biasa saja,” kata Destry.
Sumber: Detik
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar