Perjalanan Dinas Disunat, Bisnis Hotel Bisa Lesu Lagi

JAKARTA. Pebisnis pariwisata domestik kembali ketar-ketir terhadap rencana penghematan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab penghematan ini dilakukan dengan cara memangkas anggaran biaya perjalanan dinas Rp 21,5 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016.

Pemangkasan anggaran belanja dinas ini, artinya pegawai negeri harus mengurangi kunjungan ke luar daerah. Di sisi lain anggaran untuk seminar dan rapat di hotel juga menjadi susut. Kondisi ini yang bisa membuat penghasilan hotel, dan restoran susut.

Menurut perkiraan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, bila pemerintah betul-betul memangkas perjalanan dinas, maka bisnis hotel di Indonesia bakal menjadi suram. Sebab ia menyebut tanpa pengurangan anggaran saja saat ini bisnis hotel sedang sepi.

“Saat ini saja, rata-rata tingkat okupansi hotel di Indonesia sekitar 55%. Kalau ada pemangkasan perjalanan dinas, tingkat okupansinya bisa turun lagi menjadi 30%-35%,” kata Hariyadi kepada KONTAN, Kamis (14/4).

Proyeksi tersebut berdasarkan pengalaman tahun lalu saat pemerintah membuat larangan kepada PNS untuk menyelenggarakan acara dan rapat di hotel. Saat larangan ini terbit, tingkat okupansi hotel langsung terpangkas 20% dalam tiga bulan setelah aturan tersebut berlaku.

Kondisi itu membuat pebisnis hotel mengalami masa-masa yang berat lantaran sepi pengunjung. Meski begitu, ia berharap pengurangan biaya perjalanan dinas ini tidak sampai berimbas seperti pelarangan acara di hotel. “Mudah-mudahan,” timpal dia.

Hariyadi menilai efek kebijakan tersebut bakal terasa pahit bagi pebisnis hotel yang berada di luar Jawa. Sebab, selama ini hotel di luar Jawa sebagian besar mengandalkan pendapatan dari kegiatan pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah.

Apalagi, tak banyak perusahaan baik BUMN maupun swasta yang menggelar acara-acara di daerah. Jadi praktis selain wisata mereka hanya mengandalkan acara dari pemerintah.

Pemilik jaringan hotel yang beroperasi di daerah saat ini masih menunggu kepastian kebijakan ini untuk mengukur berapa besar dampaknya terhadap bisnis tahun ini. “Pengaruhnya belum terlihat. Sampai saat ini masih berjalan seperti sebelumnya,” kata Hinggi Safaranti Putratriana, Corporate Assistant Marketing Communication Manager PT Grahawita Santika.

Adapun kebijakan tersebut juga tidak akan mengubah rencana bisnis Grahawita Santika untuk menambah hotel anyar pada tahun ini. Setelah membuka Hotel Amaris di kawasan jalan Satrio Jakarta, salah satu lini bisnis Kompas Gramedia ini bakal membuka lima hotel lagi.

Yakni Hotel Amaris di Pluit, Jakarta Utara, Hotel Amaris Sagan, Yogyakarta, Hotel Santika Radial, Palembang, Hotel Amaris, Serang dan Hotel Santika MegaMall Bekasi.

Biro wisata tak kena

Tidak seperti pebisnis hotel, para biro perjalanan wisata tidak merasa khawatir dengan rencana kebijakan tersebut. Menurut Agustinus Kasjaya  Pake Seko, Direktur PT Bayu Buana Tbk (BAYU), rencana pengurangan anggaran belanja dinas tidak akan berpengaruh langung terhadap bisnis mereka. “Sebab klien kami yang berasal dari pemerintah porsinya sangat sedikit,” katanya kepada KONTAN.

Menurut dia klien utama dari Bayu Buana adalah berasal dari pasar ritel atau perorangan serta dari kalangan swasta atau perusahaan.

Untuk itu, pihaknya masih optimistis tahun ini BAYU bisa menggapai pertumbuhan bisnis dobel digit sampai akhir tahun ini. Tepatnya adalah 30%. Salah satu cara adalah dengan menambah jaringan di enam kota anyar lagi.

Biro perjalanan yang sejenis dengan Bayu Buana, yakni PT  Panorama Tours Indonesia juga mengklaim tidak bakal berpengaruh dengan rencana itu. “Kami di Panorama sebetulnya tidak banyak memiliki klien pemerintahan. Kebanyakan klien kami swasta dan ritel,” kata AB Sadewa, Vice President Brand & Communication  Panorama Sentrawisata.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar