
Lewat RUU tanggungjawab Sosial, kewajiban CSR dihitung dari laba perusahaan
JAKARTA. Para pengusaha di Indonesia sepertinya harus bersiap merogoh kocek lebih dalam! Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tanggungjawab Sosial atau biasa disebut corporate social responsibility (CSR).
Lewat calon beleid ini, parlemen akan memperluas kewajiban CSR bagi semua perusahaan. Saat ini, kewajiban CSR diatur dalam UU no 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam aturan tersebut, kewajiban CSR hanya berlaku bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Malik Haramain mengatakan, DPR tengah menjaring usulan terkait calon beleid baru ini. Dari usulan yang masuk, besaran dana CSR yang akan diwajibkan bagi perusahaan sekitar 2%, 2,5% atau 3% dari keuntungan. “Kami ingin semua perusahaan baik swasta dan Badan Usahan Milik Negara (BUMN) wajib melakukan ini,” ungkapnya ke KONTAN pekan lalu.
Ia menambahkan, calon beleid yang tengah diinisiasi ini untuk memperkuat kewajiban bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggungjawab sosialnya ke masyarakat. Apalagi, kata Malik, selama ini pelaksanaan program CSR masih lemah.
Program CSR juga kerap tidak transparan. “Ada yang rutin, ada yang tidak. Tapi lapor ke public sudah melaksanakan. Ini yang akan DPR perbaiki,” tandas Malik.
Calon beleid ini juga bertujuan untuk menyinkronkan program pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran dari pemerintah. Menurut Malik, lewat RUU ini pelaksanaan program CSR akan ditata agar lebih baik.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa menambahkan, usulan besaran kewajiban CSR hingga saat ini masih belum final. Kata dia, parlemen masih akan terus menjaring masukan atas besaran dana CSR yang ideal agar bisa masuk dalam RUU ini.
DPR juga belum bisa memastikan apakah kewajiban program CSR ini akan diikuti dengan pemberian insentif, seperti pengurangan pajak atau tidak. Hanya, dalam aturan yang berlaku saat ini, kewajiban CSR yang diambil dari biaya perusahaan dapat menjadi pengurang pajak. “Antara memberi insentif dalam berbagai bentuk atau pengurangan pajak. ini masih dalam proses diskusi,” ungkap Ledia, kemarin.
Henny Susanto, Head of Stake Holder Relation, Regional Relation and CSR PT HM Sampoerna Tbk mengungkapkan, pada dasarnya, HM Sampoerna setuju dengan kewajiban program CSR. Lagipula, kata dia, selama ini perusahaannya telah melaksanakan program tanggungjawab social kepada masyarakat.
Hanya Henny berharap agar besaran kewajiban CSR perusahaan tak dipatok tinggi. Kata dia, dana CSR 1% dari keuntungan perusahaan sudah sangat besar. “Kalau 2% itu besar sekali,” katanya.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar