
Alokasi belanja modal pemerintah yang tinggi belum memacu investasi swasta
JAKARTA. Belanja modal pemerintah makin deras mengalir ke sektor riil. Ibarat umpan di mata kail. Aliran dana belanja modal pemerintah ini diharapkan mampu menghela ekonomi, sekaligus memancing minat ekspansi dan investasi sektor swasta.
Berdaasarkan data Kementerian Keuangan (Kemkeu) per 23 Mei 2016, realisasi belanja modal pemerintah sudah mencapai Rp 24 triliun. Jumlah ini setara dengan 11,9% dari total plafon belanja modal pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) 2016 yang sebesar Rp 201,6 triliun.
Penyerapan belanja modal itu tumbuh lebih dari 50% jika dibandingkan realisasi belanja modal akhir Mei 2015 yang sebesar Rp 13,9 triliun. Pun nilainya di atas realisasi belanja modal akhir Mei 2014 yang senilai Rp 20,4 triliun. “Belanja modal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mungkin tertinggi,” kata Askolani, Dirjen ANggaran Kemkeu, kepada KONTAN, Selasa (7/6).
Ayang, tren kenaikan belanja modal pemerintah ini belum sanggup menarik investasi pemerintah. Justru sebaliknya, investasi swasta semakin merosot.
Menurut Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI tren penurunan investasi swasta setidaknya tercermin pada perlambatan penyaluran kredit perbankan ke sektor swasta. Per Maret 2016, kredit perbankan tumbuh 8,4% menjadi Rp 4.027,1 triliun, melambat ketimbang penyaluran kredit per Maret 2015 yang tumbuh 11%.
Perlambatan it uterus berlangsung hingga April 2016. Periode ini, aliran kredit perbankan hanya naik 7,7% menjadi Rp 4.036,3 triliun, melambat lagi dari pertumbuhan kredit Maret 2016. “Seharusnya saat ini investasi swasta akan naik,” kata Juda.
Ekonom Indef, Enny Sri Hartati menilai, realisasi belanja modal hingga Mei itu belum memuaskan. Idealnya realisasi belanja modal hingga Mei mendekati 50% dari pagu. Sebab, pemerintah berjanji mempercepat belanja modal.
Ekonom Bank Mandiri, Dendi Ramdani melihat, kinerja belanja modal ini belum kuat mendorong pertumbuhan ekonomi karena proporsi belanja APBN dalam perekonomian tidak terlalu besar. DOrongan terbesar lebih dari 50% masih berasal dari konsumsi rumah tangga. Sayang upaya pemulihan konsumsi rumah tangga belum serius.
Misalnya, kata Densi, peemerintah harus segera merealisasikan penurunan pajak golongan penghasilan bawah lewat peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). April lalu, DPR sudah menyetujui rencana pemerintah menaikan batas PTKP dari RP 36 juta per tahun menjadi Rp 54 juta atau Rp 4,5 juta per bulan bagi pekerja lajang. Toh, realisasinya tak jelas.
Sumber: Harian Kontan, 8 Juni 2016
Penulis : Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar