
JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jasa Konstruksi masih alot. Alhasil, target RUU ini dapat terselesaikan pada bulan Juni kemungkinan bakal meleset.
Poin utama yang masih menjadi polemik dalam pembahasan RUU tentang Jasa Konstruksi ini adalah tentang polemik perlu tidaknya pendirian lembaga atau badan khusus sertifikasi serta registrasi pada perusahaan konstruksi. Pemerintah menolak pembentukan lembaga sertifikasi lantaran pemerintah kini dilarang mendirikan lembaga baru.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi (DJBK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Yusid Toyib mengatakan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) tidak menyetujui pembentukan badan atau lembaga baru.
Menurutnya, Kementerian PAN-RB telah melayangkan surat penolakan persetujuan pendirian lembaga atau badan baru itu ke Presiden. “Untuk itu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang rapat internal, terkait hal tersebut,” kata Yusid, akhir pekan lalu.
Yusid mengakui, saat ini sistem untuk mendapatkan sertifikasi terlalu bebas, sehingga perlu kontrol dari pemerintah. Kementerian PU-Pera pun telah mengajukan beberapa alternatif menyikapi larangan pendirian badan atau lembaga baru oleh Kementerian PAN-RB.
Salah satunya, dengan membuat badan yang anggotanya tidak berasal dari unsur pemerintah, namun tetap bisa diawasi oleh pemerintah. “ Tetapi ini belum tahu bagaimana tanggapannya, katanya bulan puasa ini ada pembahasan lagi,” kata Yusid.
Anggota Komisi V DPR Nizar Zahro bilang, selama ini sertifikasi yang ada tidak diterima negara lain. Hasilnya, banyak pekerja sektor jasa konstruksi yang kini bekerja di luar negeri memakai sertifikasi dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Menurut Nizar, keberadaan lembaga sertifikasi ini penting sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing perusahaan konstruksi dalam negeri. Apalagi saat ini masyarakat ekonomi Asean (MEA) sudah berjalan sehingga perlu badan khusus yang diakui dalam memberikan sertifikasi.
Catatan saja, draf RUU Jasa Konstruksi terdiri dari 903 daftar inventarisasi masalah (DIM), 113 pasal, dan 14 bab. Sedangkan dalam UU Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang berlaku saat ini hanya terdiri dari 11 Bab dan 46 pasal. Artinya, lebih dari 50% substansi dari revisi UU jasa konstruksi berubah.
Menteri PU-Pera Basuki Hadimuljono menambahkan, pemerintah berharap revisi aturan ini bisa meningkatkan daya saing dan kompetensi para pelaku jasa konstruksi dalam negeri.
Sumber: Harian Kontan 13 Juni 2016
Penulis : Handoyo
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar