Berlomba Memoles Diri demi Duit Repatriasi

Pemerintah belum menunjuk bank persepsi penampungan dana repatriasi program tax amnesty, tapi PT Bank BNI Tbk sudah bergerak cepat. Sehari setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bank pelat merah itu menggelar sosialisasi langsung di negara tax haven, di Singapura.

Sosialisasi digelar bersama kedutaan Besar Indonesia di Singapura yang dihadiri nasabah dan debitur BNI di Negeri Merlion. Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo yang hadir sebagai pembicara menyebut, puluhan peserta yang datang antusias mengikuti acara ini.

Selain Singapura, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini juga memiliki kantor cabang di negara lain. Jaringan bank ini juga tersebar di New York di Amerika Serikat, Hongkong, Yangon di Myanmar, London di Inggris, Seoul di Korea Selatan, dan dua di Jepang yakni di Tokyo dan Osaka.

Daya jangkau yang luas di luar negeri membuat BNI percaya diri mengambil bagian dalam kampanye tax amnesty. Apalagi selama ini bank BNI memang telah menyandang status sebagai bank persepsi yang melayani transaksi pembayaran pajak, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di luar negeri.

Segendang sepenarian bagian penjelasan pasal 8 ayat 6 UU Pengampunan Pajak menyebut, pengalihan harta ke wilayah Indonesia bisa melalui cabang bank persepsi di luar negeri. Selanjutnya harta tersebut akan dialihkan ke bank persepsi di dalam negeri.

Direktur Tresuri & Internasional Bank BNI, Panji Irawan bertutur, fasilitas tax amnesty terlalu sayang untuk dilewatka oleh para Wajib Pajak (WP). Sebab pemerintah memberikan berbagai keringanan bagi WP yang sungguh-sungguh berniat melakukan deklarasi pajak dan repatriasi asetnya.

Langkah serupa nyatanya juga dilakukan oleh Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Perusahaa yang terafiliasi dengan PT Bank Mandiri Tbk ini juga melakukan sosialisasi dan pendekatan langsung di Singapura. “Kami sudah melakukan pembicaraan melalui private banking  di Singapura maupun langsung ke investornya,” kata Direktur Utama MMI, Muhammad Hanif.

Soal pendekatan dan sosialisasi semacam ini juga bukan pekerjaan sulit bagi MMI. Berdasar catatan KONTAN, sejak Juni 2012 MMI memang sudah membentuk anak usaha di Singapura, yakni Mandiri Investment Management Pte. Ltd. Perusahaan ini juga sudah terdaftar sebagai Registered Fund management Company dari Monetary Authority of Singapore Sejak 2013.

MMI malah sudah merancang produk reksadana penyertaan terbatas (RDPT) berbasis proyek listrik dengan energy terbarukan. Bulan Juli 2016 produk ini akan diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga Septermber diharapkan sudah bisa dirilis. Target dana kelolaannya Rp 500 miliar. “Satu produk RDPT untuk beberapa proyek listrik. Kami sudah ada daftar protofolionya,” kata Hanif.

Agresifitas MMI dan BNI memang bisa dimaklumi. Status sebagai perusahaan miiki negara dan anak usaha BUMN membuat merea berpeluang mengambil bagian dalam program tax amnesty. Terlebih, kata Hanif, dalam berbagai forum focus group discussion (FGD) yag digelar pemerintah dan otoritas terkait, pihaknya kerap diundang ikut-serta.

Instrumen baru

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) dan otoritas di pasar keuangan Indonesia memang tengah membuka diri lebar-lebar demi menampung dana yang berasal dari program tax amnesty. Berbagai instrument yang sudah tesedia kembali disosialisasikan. Beberapa diantaranya direlaksasi agar semakin memikat WP peserta tax amnesty.

BI menyiapkan beberapa jenis instrument penampung di pasar keuangan. Diantaranya kata Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, instrument di pasar uang. Instrumen yang dimaksud adalah commercial paper dan surat beharga pasar uang. Rancangan aturannya masih dalam tahap pembahasandi bank sentral dan akan segera dirilis.

Lalu, isntrumen lindung nilai seperti cost currency hedging dan swap deposit. Instrumen cross currency hedging saat ini sedang dalam tahap penyusunan Peraturan BI (PBI) yang ditargetkan rampung dalam satu bulan. “WP yang dananya berbentuk dollar dan butuh rupiah bisa memanfaatkan instrument hedging ini atau pun ditukarkan menjadi rupiah,” ujar Perry.

Tak mau ketinggalan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga ikut membenahi sejumlah aturan terkait instrument investasi. Peraturan OJK (POJK) soal Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) direlaksasi. Berdasar aturan saat ini, dana kelolaan RDPT hanya boleh dialokasikan ke sektor riil yang sudah memiliki perusahaan.

Hasil revisi akan membolehlan manajer investasi menginvestasikan dana ke perusahaan independence power producer yang masih dalam proses perijinan. Tujuannya, untuk menopang program 35.000 Megawatt yag diusung pemerintah.

Poin berikutnya, kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida, adalah pelonggaran penematan dana di instrument keuangan. Dalam aturan yang lama, jika belum dapat melakukan investasi pada perusahaan sasaran, MI diperkenankan menempatkan dana di deposito paling lama enam bulan sejak RDPT dicatatkan. “Untuk mendapatkan proyek di sektor riil butuh waktu. Jadi kalau sekarang bisa diinvestasikan di non sektor riil enam bulan, kita akan perpanjang menjadi setahun,” tukas Nurhaida.

Relaksasi berikutnya ada di POJK yang mengatur Kontrak Pengelolaan Dana (KPD). Terkait minimum penyertaan  dana yang diturunkan dari Rp 10 miliar menjadi Rp 5 miliar. Tujuannya untuk mengantisipasi minat WP perserta program tax amnesty masuk ke KPD lebih rendah. “Dalam waktu dekat kedua aturan akan disesuaikan,” imbuhnya.

Di luar dua produk yang aturannya akan direlaksasi tadi, peserta tax amnesty  juga busa memanfaatkan produk-produk lain seperti Dana Investasi Real Estate (DIRE)< Efek Beragunan Aset (EBA), hingga langsung masuk ke pasar saham dan obligasi.

Untuk memenuhi ketentuan lock up dana minimal tiga tahun yang diamanatkan UU Pengampunan Pajak, PT Kustodian Sentral Efek (KSEI) sudah merancang system tersendiri yang secara aturan memang sudah dimungkinkan. Alurnya, kata Federica Widjasari Dewi, Dirut KSEI, WP peserta tax amnesty mendaftar lewat sekuritas atau MI dan mendapatkan Single Investor Identification (SID).

Lalu, WP akan dibuatkan sub rekening khusus dan Rekening dana nasabah yang khusus. Dengan cara ini KSEI bisa me-lock up seluruh isi rekening efek atau efek tertentu yang emiliki investor peserta tax amnesty.

Meski begitu, dalam masa lock period, investor diperbolehkan untuk melakukan switching dari satu jenis instrument ke instrument lain. “Lock up dikoordinasikan dengan 9 bank administrator rekening dana nasabah sehingga akan memudahkan control dana,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki itu.

Benahi Sektor Riil

Setelah masa tiga tahun berakhir, Bambang yakin tidak akan terjadi capital outflow besar-besaran dari pasar keuangan dan domestic. Sebab, bagaimana pun produk investasi di Indonesia menjanjikan keuntungan lebih baik ketimbang negara lain.

Lagipula, instrument penampung di pasar keuangan memang dirancang hanya bersifat sementara. Muara yang menjadi tujuan utama adalah sektor riil. “Return tertinggi ketika WP punya investasi di sektor riil, apakah itu jasa atau infrastruktur Tapu memang butuh waktu, mungkin satu tahun dulu (di pasar keuangan) baru masuk ke sektor riil,” kata Bambang.

Hanif mengakui, memang akan lebih mudah dan cepat menarik peserta repatriasi masuk ke saham dan obligasi, serta produk-produk seperti reksadana yang berbasis dua instrument tersebut. Tapi yang lebih menantang dan membutuhkan waktu justru menarik minat mereka masuk ke sektor riil atau produk-produk keuangan berbasisi sektor riil. “Belum tentu juga mereka tau investasi sektor riil di Indonesia seperti apa. Itu, kan butuh waktu,” ujarnya

Ekonom Bank BCA, David Sumual menilai, sebagai permulaan pasar keuangan memang akan menjadi tujuan investor yang menjadi peserta repatriasi. Namun untuk menarik dana-dana tersebut ke sektor riil, pemerintah masih memiliki sederet daftar masalah, terutama perbaikan iklim bisnis.

Persoalan-persoalan tersebut harus bisa dituntaskan sepenuhnua olej pemerintah paling lambat dalam tiga tahun kedepan sebelum lock up period berakhir. “Proses perijinan masih relative lama dibandingkan negara lain. Belum lagi banyaknya biaya siluman,” contohnya.

Paket kebijakan yang sudah 12 jilid sebtulnya cukup membantu perbaikan iklim investasi dan bisnis di Indonesia. Namun sebagian  besar baru sebatas bertaji di atas kertas. Untuk itu, ia menyarankan pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terlebih dulu terhadap paket-paket kebijakan yang sudah dirilis.

Ketimbang kembali merilis terlalu banyak paket tapi tidak efektif, pemerintah lebih baik focus pada beberapa reformasi secara bertahap yag bisa menjadi quick win, relative lebih mudah diekesekusi tapi punya dampak signifikan bagi ekonomi. Misalnya, focus lebih dulu ke reformasi logistic. Setelah selesai baru ke reformasi birokrasi, dan seterusnya. “Satu saja reformasi berhasil tentu keyakinan pebisnis akan meningkat dan memicu minat investasi di sektor riil,” kata David.

Ingat, tax amnesty Cuma langkah awal, bukan jurus pemungkas!

Sumber : pengampunanpajak.com

Penulis : Tedy Gumilar, Andri Indradie, Silvana Maya Pratiwi

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Pengampunan pajak

Tag:, , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar