
Setelah melalui pembahasan maraton, UU pengampunan pajak (tax amnesty) akhirnya disahkan, Selasa (28/6). Namun, meski belum diimplementasikan, pada (13/7), sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan gugatan materi UU ini ke Mahkamah Konstitusi.
Sebagaimana diketahui, kebijakan tax amnesty merupakan hal yang lazim dari kebijakan fiskal suatu negara. Sejumlah negara pernah melakukan kebijakan ini, seperti AS, Rusia, Italia, Jerman. Kebijakan ini diharapkan mendorong tambahan penerimaan negara dan basis pajak.
Pemerintah menargetkan penerimaan dari kebijakan tax amnesty ini sekitar Rp 165 triliun. Ini berasal dari tarif tebusan dengan masa pelaporan mulai 1 Juli 2016-31 Maret 2017. Tarif tebusan untuk dana WP yang direpatriasi sebesar 2%-5% dan tarif tebusan untuk dana yang dilaporkan (deklarasi) sebesar 4%-10%. Pemerintah memperkirakan dana yang direpatriasi sekitar Rp 1.000 triliun dan dana yang dideklarasi Rp 4.000 triliun.
Selain WP pribadi/badan, kebijakan ini juga menyasar WP untuk sektor mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tarif tebusannya untuk aset di bawah Rp 10 miliar sebesar 0,5% dan untuk aset di atas Rp 10 miliar sebesar 2%.
Adanya kebijakan tax amnesty ikut membantu pemangkasan belanja dan pelebaran defisit yang lebih besar di APBN-P 2016. Dalam APBN-P 2016, belanja negara hanya dipangkas sebesar Rp 12,6 triliun menjadi Rp 2.082,9 triliun dan pelebaran defisit menjadi 2,35% dari PDB dari rencana sebelumnya 2,48% dari PDB.
Meski begitu, sekiranya gugatan materi UU pengampunan pajak ini diterima dan realisasi penerimaan dari kebijakan ini tidak seperti yang diharapkan, postur APBN-P 2016 bisa berubah lagi. Ada dua kemungkinan. Pertama, pemangkasan belanja yang implikasinya bisa mengganggu kinerja pertumbuhan yang ditargetkan 5,2%. Kedua memperlebar defisit yang implikasinya menambah utang baru.
Namun, jika implementasi kebijakan pengampunan pajak ini bisa berjalan dengan mulus dan seperti yang diharapkan, selain berdampak positif terhadap APBN, kebijakan ini juga akan ikut menggairahkan perekonomian. Menurut Bank Indonesia (BI), kebijakan tax amnesty ini akan ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang bisa lebih besar dari target di APBN-P 2015 sebesar 5,2%.
Selain itu, aliran likuiditas dari dana repatriasi ini juga akan menggairahkan pasar keuangan. Aliran likuiditas ini akan memperkuat likuiditas di sektor perbankan yang akan berdampak positif mendongkrak pertumbuhan kredit yang sepanjang tahun ini masih cenderung tertekan.
Memajukan sektor riil
Di sisi lain, aliran likuiditas ini bisa mempengaruhi terhambatnya suku bunga kredit, mengingat pemerintah hanya menunjuk tujuh bank persepsi untuk menampung dana repatriasi tax amnesty ini.
Aliran likuiditas ini juga menggairahkan pasar modal. Meski aliran likuiditas ini belum masuk, pasar saham dan SUN telah mengalami bullish. Hal ini tercermin dari IHSG yang telah menembus level di atas 5.000 dan yield SUN terus turun. Nilai dan volume transaksi di pasar sekunder meningkat cukup signifikan, khususnya dalam dua minggu terakhir. Imbasnya ikut mendorong penguatan nilai tukar rupiah yang saat ini di level Rp 13.000-Rp 13.100 per dollar AS.
Kebijakan tax amnesty ini juga ikut berkontribusi mendorong membaiknya persepsi investor asing terhadap perekonomian Indonesia. Ini tercermin dari terus membaiknya posisi credit default swap (CDS) Indonesia. Sejak Januari-Juni 2016, aliran dana asing yang masuk mencapai Rp 97 triliun atau tumbuh 70% dari periode yang sama tahun lalu.
Namun, yang jauh lebih penting, aliran likuiditas ini harus bisa di manfaatkan untuk memajukan sektor riil, khususnya mendorong pembangunan infrastruktur. Sejauh ini, pemerintah, BI, OJK telah menyiapkan berbagai instrumen keuangan dan pasar modal untuk menyerap dana repatriasi ini, untuk nantinya dimanfaatkan oleh sektor riil, seperti obligasi infrastruktur, obligasi korporasi (BUMN), dan Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT). Untuk itulah, kepastian regulasi dibutuhkan agar pemilik modal makin tertarik untuk menempatkan dananya ke berbagai instrumen ini.
Selain itu, pemerintah juga harus terus memperbaiki iklim investasi, memberikan insentif, dan memperkuat regulasi dan penegakannya. Kualitas regulasi dan iklim investasi yang sangat rendah, membuat pemilik dana enggan menempatkan dananya.
Sumber : pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar