Rencana pemerintah untuk melonggarkan batas waktu pengurusan administrasi dalam kebijakan amnesty pajak bagi wajib pajak pada periode pertama perlu disambut baik. Sebab, selama ini pengurusan administrasi amnesty pajak kerap menjadi kendala.
Sebenarnya, dalam aturan yang berlaku ini, untuk bisa mendapatkan fasilitas tebusan pada periode pertama sebesar 2% dari total aset yang dideklalrasikan, surat pernyataan harta (SPH) harus diserahkan paling lambat 30 September 2016.
Nah, kalau wajib pajak penyerahan SPH tetapi syarat administrasinya menyusul, maka wajib pajak hanya bisa mendapat tanda terima sementara dengan membayar uang tebusan sesuai jumlah harta yang tertulis di SPH.
Tapi untuk melaksanakannya, pemerintah harus memperbaiki aturan amnesty pajak. Setidaknya dalam aturan perlu ditulis rinci, terutama yang mengatur tentang perubahan jumlah harta antara yang tercatat di SPH dengan jumlah yang tercantum dalam dokumen pendukung.
Selama ini, ada kendala di administrasi. Sebab, petugas pajak harus memeriksa berkas dalam bentuk excel yang memakan waktu.
Tapi masalah yang sekarang tidak hanya sekedar teknis. Perlu ada perubahan PMK bila memang pemerintah akan melonggarkan aturan amnesti pajak ini.
Meski begitu, menurut saya, semangat perpanjangan amnesti pajak periode pertama tidak hanya soal kesulitan administrasi. Sebab ada hal lain yang kurang maksimal dilakukan pemerintah. Antara lain soal sosialisasi.
Selama ini, sosialisasi banyak dilakukan di kota-kota besar. Padahal, Indonesia tidak hanya terdiri dari kota besar saja. Apalagi, banyak wajib pajak di daerah yang belum paham dan mengerti dengan betul apa itu amnesti pajak.
Nah, kalau ada kelonggaran pembayaran tebusan bisa di September dan urusan administrasi menyusul, ini lebih bisa menjembatani. Sebab di daerah banyak wajib pajak yang belum mengerti.
sumber : http://www.pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak

Tinggalkan komentar