
Total harta yang dilaporkan dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty jelang akhirnya periode I telah menembus angka Rp3.096 triliun.
Kebijakan tax amnesty itu menimbulkan harapan dari para pelaku pasar dan akan menambah kemungkinan peningkatan kekuatan rupiah dan sisi kebutuhan perusahaan-perusahaan untuk membayar utangnya kembali. Menkeu Sri Mulyani melihat, hal itu konstruktif dan positif bagi perekonomian ke depan. Bahwa tambahan pemasukan dari dana yang didapat dari pengampunan pajak akan sangat berarti bagi anggaran pendapatan negara.
Potensi penerimaan negara dari pengampunan pajak akan meningkatkan kemampuan pemerintah untuk berbelanja, termasuk di ranah infrastruktur
Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo dukungan DPR terhadap program pengampunan pajak diharapkan tidak berhenti hanya sampai penerapan tax amnesty saja, tetapi berlanjut pada penuntasan reformasi perpajakan secara menyeluruh.
Beberapa di antaranya, kata Prastowo, melakukan revisi UU Perpajakan, UU Perbankan, perluasan akses fiskus ke data keuangan dan perbankan, transformasi kelembagaan, perlindungan hak wajib pajak, dan sistem perpajakan yang mudah, adil, dan berkepastian hukum. Pengampunan pajak memang diyakini berpeluang merepatriasi dana yang tersimpan di luar negeri, memunculkan basis pajak baru, tambahan jumlah wajib pajak baru yang signifikan.
Selain itu, tax amnesty telah menggairahkan perekonomian dan dunia usaha, membangun kepercayaan yang lebih kokoh, dan akhirnya mewujudkan ekonomi berdikari dan bangsa yang mandiri. Di samping itu, pemerintah punya keterbatasan akses informasi baik dalam negeri, ke perbankan, maupun ke luar negeri dalam rangka pertukaran data dengan negara lain.
“Program Pengampunan Pajak hanyalah awal melakukan rekonsiliasi dan mengatasi kemandekan dan kebuntuan ekonomi,” ujar Prastowo.
Melalui UU Tax Amnesty, para wajib pajak yang bersedia memindahkan asetnya dari luar negeri akan diberikan tarif tebusan sebesar 2% sampai 5%. Adapun wajib pajak yang mendeklarasikan asetnya di luar negeri tanpa memindahkan aset akan dikenai tarif 4% hingga dan 10%. Saat Undang-Undang ini berakhir Maret 2017 mendatang, negara diperkirakan akan mendapat Rp165 triliun.
Meski terdapat tambahan dana dari pengampunan pajak, APBN-Perubahan 2016 mengalami defisit Rp296,723 triliun atau Rp2,35% dari Produk Domestik Bruto.
Kebijakan Tax Amnesty menjadi relevan karena dana triliunan rupiah di luar negeri yang tidak bisa dijangkau pemerintah itu kini bisa didulang. Namun, sebelum masa Undang-Undang Pengampunan Pajak berakhir 31 Maret 2017 mendatang, pemerintah punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Masalah hukum memang menjadi perhatian sejumlah aktivis antikorupsi setelah Undang-Undang Tax Amnesty berlaku.
Menurut Prof Saldi Isra, pakar hukum Universitas Andalas, khusus penegak hukum yang berada di bawah kuasa presiden, agenda prioritas memberi perhatian lebih kepada institusi kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, demi mewujudkan kehadiran peran negara dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, Nawacita memberikan perhatian lebih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai bagian dari upaya reformasi penegak hukum dari hulu sampai ke hilir, Jokowi-JK juga harus memberikan prioritas pada pemberantasan praktik mafia peradilan. Tapi sejauh ini, aspek hukum itu terbaikan
Maryati Abdullah, pengamat hukum dari lembaga Publish What You Pay, misalnya memandang keinginan pemerintah untuk menambah pemasukan dari pengampunan pajak sejatinya tidak mengindahkan aspek hukum.
“Orang-orang dalam target kasus pidana hukum yang seharusnya dibawa ke peradilan perpajakan, kemudian kasus mereka diputihkan karena membayar sekian persen tarif tebusan, saya meragukan penegakan hukum selanjutnya. Tidak menutup kemungkinan di balik pidana pajak ada pencucian uang,” kata Maryati.
Sejumlah orang kecewa terhadap langkah pemerintah yang memfasilitasi para taipan dan orang-orang kaya yang menghindari pajak.
Maryati menyoroti demoralisasi para wajib pajak dari kelas menengah ke bawah akibat pengampunan pajak para taipan dan orang-orang berduit.
“Dalam jangka panjang, pengampunan pajak ini bisa mendemoralisasi kepatuhan dari para pembayar pajak. Karena ternyata negara lebih memfasilitasi orang-orang kaya yang tidak patuh. Menurut saya ini menyakitkan hati publik,” ujar Maryati.
Sebagaimana diakui Menkeu Sri Mulyani, uang tebusan dalam tax amnesty sangat rendah dibandingkan Negara lain. Sehingga menimbulkan kritik bahwa tarif tebusan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak sangat kecil dibandingkan dengan aset yang dibawa warga Indonesia ke luar negeri demi menghindari pajak di Indonesia.
Banyak keprihatinan masyarakat atas pengampunan yang diberikan pemerintah terhadap warga Indonesia yang menghindari pajak.
Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Pusat Analisis Perpajakan Indonesia (CITA), Yustinus Prastowo, pemerintah tidak efektif dalam penegakan hukum karena kendala regulasi, administrasi, koordinasi, dan kompetensi.
“Undang-Undang Tax Amnesty ini harus yang terakhir. Undang-Undang ini harus ditempatkan sebagai jembatan untuk menuju comprehensive tax reform berupa penguatan sistem perpajakan, peraturan, maupun kelembagaannya. Dalam konteks itu, pemerintah masih punya pekerjaan rumah untuk mewujudkan reformasi pajak dan melakukan penegakan hukum yang kuat dan tegas. Jika pemerintah berhenti pada tax amnesty, ini yang bahaya,” jelas Prastowo.
Bahaya yang dimaksud Prastowo adalah para wajib pajak menjadi semakin leluasa untuk menghindari pajak serta memiliki persepsi bahwa pemerintah lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk menindak mereka.
Oleh sebab itu, pemerintahan Jokowi diminta memperdalam dan mempeluas reformasi hukum. Apalagi untaian Nawacita menyentuh hampir semua aparatur penegak hukum. Sehingga tax amnesty bisa jadi momentum untuk melakukan reformasi hukum dan reformasi perpajakan secara menyeluruh.
Sumber: http://www.pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar