Daya Beli Masyarakat Miskin November Menurun

9aded-tax2bamnesty-1

JAKARTA. Berbagai kebijakan bantuan sosial yang dikucurkan pemerintah tampaknya belum berhasil mendorong daya beli masyarakat miskin. Hal itu terlihat dari perkembangan upah rill masyarakat miskin yang turun pada November 2016 ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka upah buruh rill harian untuk profesi petani dan buruh bangunan bukan mandor, potong rambut wanita dan pembantu rumah tangga mengalami penurunan.

Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo, nilai upah rill harian keempat profesi tadi masing-masing untuk upah buruh tani sebesar Rp 37.142 per hari. Sementara upah buruh bangunan bukan mendor Rp 65.844, upah potong rambut wanita per kepala Rp 19.809, dan pembantu rumah tangga Rp 289.220.

Jika dibandingkan dengan bulan Oktober, upah rill keempat profesi itu turun masing-masing 0,55%, 0,44%, 0,18%, dan 0,13%. “Perubahan upah rill menggambarkan perubahan daya beli dari pendapatan yang diterima buruh,” kata Sasmito, Kamis (15/12).

Jadi, semakin tinggi upah rill yang diperoleh, semakin tinggi pula daya beli upah buruh tersebut. Atau bisa juga terjadi sebaliknya, jika nilai upah rillnya menurun.

Menurut Sasmito, penurunan ini disebabkan inflasi di perkotaan pada November memang cukup tinggi. Oleh karenanya, daya beli masyarakat berpenghasilan rendah perkotaan juga tergerus.

Asal tahu saja, menurut Sasmito, keempat profesi yang  disurvei ini merupakan profesi yang biasanya dilakukan masyarakat miskin di perkotaan. Hal ini menunjukkan, betapa laju inflasi sangat rentan terhadap masyarakat miskin, terutama yang bersumber dari administer price.

Sementara itu, berbeda dengan nilai upah rill, nilai upah nominal buruh pada November malah naik. Misalnya, untuk upah nominal buruh pertanian naik 0,31% menjadi Rp 48.517 per hari. Sementara upah nominal buruh bangunan bukan mandor naik 0,03% menjadi Rp 83.082 per hari, buruh potong rambut wanita naik 0,29%, dan upah pembantu rumah tangga naik 0,34%.

Kondisi ini wajar, sebab upah buruh nominal tidak memperhitungan inflasi, hanya menghitung penghasilan yang diterima setiap bulan. Dengan begitu, ini tidak bisa menggambarkan daya beli.

Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri dalam sebuah kesempatan mengungkapkan, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan bersubsidi bahan bakar minyak, tetapi juga subsidi yang lain, seperti listrik, gas LPG, hingga subsidi pupuk.

Sebab, masyarakat miskin sangat rentan dengan perubahan-perubahan itu. Oleh karenanya, rencana kenaikan tarif listrik dan gas LPG yang akan dibuat lebih tertutup harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati.

Penulis : Asep Munazat Z.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar