Evaluasi Target Pajak Agar Lebih Realistis

10

JAKARTA. Mentri keuangan Sri Mulyani nampaknya harus bergegas melakukan evaluasi atas taerget penerimaan pajak tahun 2017 ini. Sebab, realisasi penerimaan perpajkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 206 meleaset target.

Pertama, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hingga 31 Desember 2016, realisasi PPN Rp 410,5 triliun, hanya 86,6% dari target APBN Perubahan 2016. Realisasi penerimaan ini terendah dalam empat tahun terakhir. Jika dbandingkan 2015, realisasi penerimaan PPN itu turun 3,12%.

Kedua, realisasi penerimaan Pajak Penghasilan atau PPH nonmigas. Sampai akhir 2016 hanya Rp 603,9 triliun. Realisasi ini memang lebih tinggi 5,7% dari tahun 2015. Hanya, tanpa memperhitungkan hasil amnesti pajak yang sebesar RP 107 triliun, realisasi PPH nonmigas turun 4,9% dari 2015. Pemerintah beralasan gagalnya pencapaian target perolehan PPN karena tingginya restitusi. Pengusaha menarik kelebihan bayar pajak.

Hanya, jika kita cermati lebih dalam, penurunan perolehan PPN dan PPh sejatinya bisa mengkonfirmasi terjadinya perlambatan ekonomi. Kondisi ini memukul dunia usaha. Transaksi dunia udaha mini.

Indikasi ini juga nampak dari kinerja ekspor dan industri kerja ekspor dan industri manufaktur yang melemah. Bahkan pertumbuhan industri manufaktur turun sejak 2014. Kinerja ekspor juga anjlok.

Itulah sebabnya, menkeu berencana melakukan evaluasi. “ asumsi ekonomi makro harus kita waspadai, karena perubahan di sisi eksterna,” ujarnya, selasa (3/1). Dalam APBN 2017, pemerintah mematok target penerimaan pajak sebesar Rp 1.307,3 triliun.

Jika di bandingkan realisasi penerimaan pajak 2016 sebesar Rp 1.104,9 triliun, target itu tumbuh lebih dari 18,3%.

Target ini lebih dari target pertumbuhan ekonomi 2017. Dengan target ekonomi 2017 5,1% ditambah laju inflesi 4%, pertumbuhan alami penerimaan pajak tahun 2017 mestinya hanya sekitar 9,1%.

Managing partner DDTC Darussalam memperkirakan, pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini hanya berkisar 10,9% atau sekitar RP 1.226 triliun. Proyeksi itu telah mempertimbangkan perlambatan ekonomi, inflasi, serta dampak kebijakan amnesty pajak.

Direktuer center for Indonesia taxationAnalysis Yustinus Prastowo berharap, perbaikan ekonomi akan membuat penerimaan pajak naik.

Namun, pemerintah harus lebih realistis menetapkan target pajak agar dunia usaha bisa kembali menghidupkan mesunnya, tak melulu menjadi objek pajak semata.

Anggunan sebagai syarat utama. Namun selama ini ha; tersebut hanya dimiliki oleh perusahaan yang sudah mapan dan banyak dikenal public.

Bagi direktur menengah kecil memang harus memaklumi adanya jaminan dalam mengajukan kredit. Pengelolaan risiko ini bisa dimaklumi karena bank merupakan lembaga profit. Adanya kredit macet akan mmemaksa bank mengalokasikan dana pencadangan yang dapat menggerus laba bank.

Kita harus mengakui bahwa penggerak ekonomi di Indonesia salah satunya adalah sektor UMKM apalagi sektor ini merupakan salah satu yang resillent atau tahan terhadap goncangan ekonomi dengan menggerakan sektor rill, utamanya UMKM.

Pemerintah berharap kredit usaha rakyat (KUR) bisa menggerakkan UMKM dan meningkatkan akses masyarakat ke kredit perbankan yang akhirnya bisa menggerakan ekonomi.

Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang
Tahun Triwulan 1 Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
2012 103,62 107,16 107,27 115,48
2013 112,94 114,41 115,00 117,20
2014 116,91 119,21 121,64 123,68
2015 122,82 125,47 121,64 129,56
2016 127,89 131,76 132,93  

Penulis: Asep Munzat Zantika, Adinda Ade Mustami

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Pemeriksaan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar