BOGOR. Niat pemerintah memperkecil ketimpangan ekonomi dan sosial bulat. Lewat Kebijakan Ekonomi Berkeadilan yang diluncurkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa (31/1), pemerintah bakal mengatasinya lewat tiga program utama.
Yakni lewat kebijakan berbasis tanah, berbasis kesempatan dan peningkatan sumber daya manusia alias SDM. “Program ini akan mengedepankan pemerataan,” ujar Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian. Caranya bisa lewat reforma agraria, pertanian, perkebunan, masyarakat miskin kota, nelayan hingga budidaya rumput laut.
Dari tiga program tersebut, yang menarik adalah kebijakan pemerataan berbasis tanah. Lewat program ini, pemerintah akan membatasi gerak para spekulan tanah. Ada dua cara yang bakal diapakai: satu dengan mengubah skema transaksi jual beli tanah dari saat ini menggunakan skema Nilai Jual Objek Pajak menjadi capital gain tax.
Kedua, disinsetif atas tanah menganggur melalui pengenaan unutilized asset tax. Selain untuk mencegah aksi spekulasi tanah, langkah ini juga untuk mendorong pembangunan di atas tanah yang menganggur. Apalagi, selama ini, ada kecenderungan pajak transaksi yang dibayar pembeli maupun penjual tanah lebih rendah dari yang seharusnya dibayar dari nilai transaksi yang sebenarnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menambahkan, saat ini, pemerintah mengkaji sejumlah mekanisme pajak progresif atas tanah menganggur (idle) . Lewat kebijakan ini, pemerintah akan menerapkannya pajak progresif ke pihak yang memiliki aset, modal kuat, dan profit besar atas tanah yang tak dimanfaatkan. Ini dibutuhkan sebagai sumber pembiayaan kebijakan afirmatif untuk membantu pihak yang lebih lemah.
Mekanisme yang dipakai adalah pengenaan pajak lebih tinggi atas selisih kenaikan harga tanah. “Misalnya, ada proyek Patimban. Orang beli tanah, misal dengan harga saat ini Rp 10.000 per meter persegi (m2). Nanti kalau dijual harganya naik Rp 100.000 per m2. Yang Rp 90.000 kena pajak progresif,” kaya Sofyan.
Kementerian Agraria juga mempertimbangkan skema penarikan pajak atas kepemilikan tanah kedua dan seterusnya. “Saat ini masih kita rumuskan mekanismenya, bagaimana menghitung, termasuk pengecualian untuk kawasan industri dan landbank perumahan,” katanya. Khusus landbank perusahaan properti, pemerintah akan minta proposal pengembangan tanah milik pengembang.
Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam bilang, saat ini, saat ini ada tiga jenis pajak terkait tanah. Yakni atas nilai tanah yang kena Pajak Bumi Bangunan (PBB). Atas pengalihan kena pajak penghasilan (PPh) final untuk penjual. Adapun dari pembeli kena Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Rencana pengenaan tarif progresif atas lahan nganggur akan memunculkan persoalan definisi kepemilikan tanah. Tarif yang berbeda menciptakan ruang perencanaan pajak. “Praktik di luar negeri, tanah nganggur terkena land value tax (LVT). “Ini juga bersifat progresif,” kata Darussalam. LVT mengacu atas nilai tanah, tak termasuk bangunan.
Sekjen Dewan Pembina Pusat Real Estat Indonesia (REI) Totok Lucida bilang, REI akan bertemu dengan Kementerian Agraria untuk minta kejelasan rencana ini. Bagi pengembang properti, kata dia, lahan adalah modal bisnis. Makanya, REI minta dilibatkan dalam membuat aturan tersebut.
Sumber : Kontan, Rabu 1 Februari 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar