Dokumen Transfer Pricing Wajib Dilaporkan di SPT

4647a-kawasan2bperdagangan2bbebas

JAKARTA. Setelah program amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017, pemerintah akan mengoptimalkan peneimaan negara melalui pencegahan manipulasi harga transfer.

Untuk itu, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan, John Hutagaol mengatakan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 213 Tahun 2016 diatur bahwa perusahaan afiliasi wajib menyampaikan transfer pricing documentation yang terdiri dari master file dan local file dalam Surat Pemberitahuan Tahunan 2016 paling lambat akhir April 2017.

Sementara, penyerahan country by country report ke otoritas pajak paling lambat akhir Desember 2017 dengan melihat peredaran bruto 2016. “Kalau penyerahan CbCR hanya untuk perusahaan grup, yang diwajibkan ke induknya dengan total omzet lebih dari Rp 11 triliun. Dibawah itu tidak wajib,” kata John, Kamis (2/2)

Kewajiban menyerahkan dokumen CbCR ini berlaku untuk semua perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang merupakan anak usaha dari perusahaan induk di luar negeri.

Kewajiban ini juga berlaku untuk negara asal perusahaan induk yang tidak mewajibkan CbCR. “PMA yang ada di Indonesia wajib menyediakan CbCR. Ini juga berlaku buat perusahaan luar negeri yang mewajibkan CbCR, tetapi tidak mempertukarkan datanya dengan Indonesia,” katanya.

Selama ini adanya entitas perusahaan dalam gup yang beroperasi di negara yang berbeda-beda kerapi menjadi permainan perusahaan memanfaatkan perbedaan sistem pajak untuk tujuan tertentu.

Wakil Menteri Keuangan Marrdiasmo mengatakan, praktik ini merugikan negara karena mengerus basis penerimaan pajak penghasilan badan. Padahal, 20% hingga 30% pendapatan pajak di banyak negara berasal dari aktivitas perusahaan multinasional tersebut.

Menurut Mardiasmo, manipulasi ini memberikan dampak yang besar, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan ini bisa dijadikan alternatif pendapatan setelah program amnesti pajak selesai. Apalagi, pemerintah telah merilis PMK 213 pada Desember 2016 lalu.

Tak ada sanksi tegas

            Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Achmad Amin mengatakan, bila tidak melengkapi ketiga dokumen transfer pricing ini, WP badan dianggap tidak melengkapi SPT.

Catatan saja, nantinya yang harus dikumpulkan bersama dengan SPT hanyalah ikhtisar atau surat kesediaan dokumen dari local file dan master file. Sementara CbCR serta dokumen dari local file dan master file disimpan oleh WP dan disediakan sewaktu-waktu jika diminta oleh Ditjen Pajak. “Ini disimpan master file dan local filenya sampai diminta. Bila tidak, dianggap SPT tidak lengkap,” ujarnya.

Namun, Sekjen Kompertemen Pajak Ikatan Akuntansi Indonesia Permana Adi Saputra melihat ada yang kurang dari aturan transfer pricing. Sanksi atas kewajiban memenuhi dokumen transfer pricing ini tidak secara langsung ada di PMK. Padahal, di negara lain ada sanksi khususnya. “Tidak membuat dokumen transfer pricing di negara lain bisa kena denda US$ 1.000 di Jepang, dendanya sekitar ¥300.000. Di Indonesia tidak ada, hanya dianggap tidak menyampaikan SPT,” ujarnya.

Kalaupun tidak membuat ikhtisar local file dan master file, statusnya hanya dianggap terlambat menyerahkan SPT dengan denda yang minim.

Sumber : Harian Kontan, Jumat 3 Febuari 2017

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar