Bagi anda yang memiliki portofolio investasi berupa tanah, sebaiknya mulai berhati-hati. termasuk kini yang tengah mengincar lahan kosonguntuk dibeli, sepertinya tidak perlu tergesa-gesa.
pasalnya, pemerintah tengah merancang peraturan aturan perpajakan yang baru di bidang pertanahan calon beleid ini merupakan turunan dari program besar yang dicetuskan Presiden Joko Widodo ; kebijakan ekonimi berkeadilan. menurut penjelasan Mentri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, agar tiga pilar dari kebijakan berbasis peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia. (SDM)
terkait lahan, pemerintah pun berencana menerapkan pajak tinggi bagi para pemilik tanah menganggur dalam skema progresif. pemerintah beralasan, kini makin banyak masyarakat yang menabung dalam bentuk tanah. motifnya, semata mengharapkan kenaikan harga tanah sehingga bisa meraih untung besar. bukan mencari keuntungan lewat usaha produktif di atas tanah tersebut.
spekulasi tanah ini, kata Mentri Agraria dan Tata Ruang (ART) sofyan Djalil, semakin marak dalam 10 tahun terakhir. maka, tidak heran jika inflasi tanah dalam kurun waktu taersebut rata-rata 18% per tahun. Akibatnya, harga tanah semakin melambung.
masyarakat yang membutuhkan perumahan atau tanah untuk kepentingan produktif jelas dirugikan dari kondisi ini. harga yang terus-menerus membumbung membuat banyak orang semakin sulit punya tanah.
industri yang membutuhkan lahan untuk ekspansi juga kesulitan karena investasi jadi membengkak. pemerintah yang memerlukan lahan untuk berbagai proyek infrastruktur juga ikut repot. “begitu tahu pemerintah akan bikin infrastruktur di suatu tempat, orang beli dulu. nah, ini harus kita cegah melalui sistem perpajakan,” imbuh sofyan.
cuma, sampai detik ini belum jelas benar bagaimana definisi tanah menganggur yang ada di banyak pemerintah. seperti apa teknis pengenaan dan besaran pajaknya juga masih sebatas skenario. Mentri keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengku, pihaknya masih melakukan pembahasan bersama kementrian ART.
lantaran belum jelas seperti apa batasan pengertian tanah menganggur ini, industri properti pun gaduh. maklum, salah satu pihak swasta yang paling banyak mengenggam kepemilikantanah di negeri in, ya, para pengembang. kita mengenalnya sebagai landbank (cadangan lahan) yang digunakan untuk kepentingan bisnis mereka dalam beberapa waktu mendatang. dus, lantaran tidak mau dikenai beban pajak tambahan, para pengembang ini ogah jika landbank mereka di kategorikan sebagai tanah menganggur.
semua perusahaan properti yangdihubing KONTAN mengemukakan alasan senada. lahan yang mereka tabung bukan sengaja dianggurkan. apalagi jika disebut pengembangan menjadikan tabungan lahannya sebagai objek spekulasi.
pengamat properti Ali Tranghanda menilai, pemerintah boleh saja menerapkan pajak progresif. asal ada kriteria yang jelas dan terukur untuk menilai apakah sebuah tanah bisa disebut dianggurkan atau tidak. “kalau suatu wilayah sudah punya site plan, itu sebenernya tanah produkti. kecuali, misalnya selama dua tahun pengembang belum memulai pembangunan. itu bisa dikenakan pajak progresif,” saran Ali
penolakan para pengembang ini mendapat reaksi cepat dari pemerintah. sofyan menjanjikan, pengembangan properti dan kawasan indrustri akan dikecualikan dari pajak progresif tersebut. “tentu kita tidak terapkan pajak progresif itu untuk pengembangan industri dan perumahan. jangan sampai ke bijakan terdistorsi ke industri,” kata sofyan.
namun uniknya, tidak semua pengembang setuju dengan langkah pemerintah. para pengembang kecil di Asosiasi pengembangan perumahan dan pemukiman seluruh indonesia (Apersi) nyatanya malah meminta landbank pengembangan tetap dimasukkan dalam rencana pengenaan pajak progresif tersebut. “saya lebih senang pengembang termasuk dalam aturan pajak progresif ini, ” tandas Eddy ganefo, ketua umum apersi. (baca boks : para pengembang berbeda pemandangan)
terlepas dari polemik antara pengembang kecil dan besar tadi, janji yang sudah dilontarkan sofyan bernada satu hal: kebijakan ini tampaknya akan banyak membidik para pemilik tanah perseorangan.
Opsinya sama berat
seperti apa beban pajak yang mungkin anda tanggung?
pemerintah mempunyai opsi mengenakan pajak atas keuntungam yang anda peroleh dari penjual tanah. ambil contoh tanah kosong yang anda miliki dibebaskan untuk kepentingan proyrk jalan tol.
harga jual tanah itu Rp 1 juta per meter persegi (m2). sementara, tiga tahun sebelumnya tanah itu anda beli seharga Rp 200.000 per m2. dus, selisih besar Rp 800.000 per m2 yang akan dikenai pajak progresif.
besarnya pejak progresifnya masih digodok pemerintah. yang jelas, semakin besar keuntungan yang anda dapat, maka akan semakin besar pula pajak yang harus anda tanggung.
namun, pengamat pajak Bawono Kristiaji menilai, capital gain tax tidak mudah diadministrasikan serta menyulitkan pengawasan kepatuhannya. tidak mengherankan justru dalam konteks tanah atau properti, sistem yang berlaku pada saat ini adalah menggunakan PPh final. “capital gain tax justru berpotensi untuk dibebankan pada konsumen. tujuan pemerintah untuk mengontrol laju harga tanah bisa-bisa tidak tercapai,” katanya.
Dus, bawono mengusulkan pemerintah menerapkan pajak atas nilai tanah (land value tax/LVT). konsepnya serupa pajak bumi dan bangunan (PBB), yaitu tarifnya flat serta dikenakan atas asetnya. perbedaannya adalah pada perhitungan dasar pengenaan pajak. LVT hanya melihat niai tanahnya saja, tidak peduli ada atau tidak bangunan atau pemanfaatan lahan tersebut.
ilustrasinya begini, di area yang sama, terdapat dua bisang tanah. salah satu didirikan bangunan komersial dan yang satunya dibiarkan menganggur; nah, kedua bidang tanah tersebut akan menanggug beban pajak yang sama. sehingga, bagi pemilik tanah yang tidak produktif akan terkena beban pajak akan lebih berat karena ia tidak mendapatkan manfaat ekonomis apapun, selain dari potensi keuntungan ketika tanah itu dijual.
skema ini lanjut bawono sudah di terapkan di 31 negara. dan, lebih efisien , mudah diadministrasikan, serta bisa mengurangi spekulasi tanah,
apapun skema yang dipilih beban pajaknya sama-sama berat.
Sumber: Tabloid Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar