
Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi 2016 juga disokong persiapan pilkada
JAKARTA. Ekonomi Indonesia tahun 2016 tumbuh 5,02% (yoy). Realisasi ini lebih mini dari target pertumbuhan ekonomi pemerintah yakni 5,1%.
Adalah konsumsi rumah tangga menjadi pendorong ekonomi 2016 menjadi lebih baik dibanding tahun 2015 yang hanya 4,79% (yoy) dan tahun 2014 yang realisasi sebesar 5,01% (yoy).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang tahun 2016, konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 5,01% (yoy) dan berkontribusi pada produk domestik bruto (PDB) sebesar 56,5%. “Itu menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Kami harap ke depan pertumbuhan ekonomi menjadi semakin kuat,” kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin (6/2).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tecermin dengan naiknya penjualan mobil penumpang dan impor barang konsumsi. Menurut catatan BPS, pertumbuhan konsumsi rumah tangga 2016 itu kalah dibandingkan pertumbuhan konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT).
Sepanjang 2016, pertumbuhan LNPRT mencapai 6,62% dan menjadi komponen PDB tahun 2016 yang mengalami pertumbuhan tertinggi.
Menurut Suhariyanto, pertumbuhan LNRT didorong persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang dilakukan 15 Februari 2017. Pada tahun 2015, LNPRT tercatat turun 0,62% (yoy).
Belum memuaskan
Suhariyanto menambahkan, meski tumbuh lebih tinggi dibanding, kecepatan pertumbuhan ekonomi tahun lalu tertahan pengeluaran pemerintah. Ini terlihat dari pertumbuhan negatif konsumsi pemerintah di 2016 sebesar 0,15%. Penurunan pengeluaran pemerintah karena adanya pemangkasan belanja APBN 2016. “Utamanya dipicu penurunan belanja bantuan sosial (bansos),” katanya.
Pertumbuhan ekonomi tahun lalu juga tertahan oleh realisasi pertumbuhan investasi yang belum sesuai harapan. Ini tercermin dari pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang sebesar 4,48% (yoy). Angka itu melambat dibandingkan dengan 2015 yang sebesar 5,01%. Suhariyanto menyebut, pertumbuhan yang lambat pada investasi terjadi pada belanja modal yang turun 21,88%.
Selain belanja pemerintah dan investasi, kinerja ekspor juga turun 1,74% dibandingkan 2015. Kenaikan harga komoditas di kuartal IV-2016 belum mampu menutup penurunan ekspor yang terjadi di kuartal sebelumnya. BPS mencatat penurunan kinerja ekspor terutama pada ekspor nonmigas sebesar 2,27%.
Selama kuartal IV-2016, harga komoditas di pasar global memang menunjukkan peningkatan, baik migas dan nonmigas. Hal itu berdampak pada kinerja ekspor dan impor nasional di akhir tahun. BPS mencatat sepanjang tiga bulan terakhir 2016 kinerja ekspor tumbuh 8,39% (qtoq). Hanya saja sepanjang kuartal IV-2016 pertumbuhan ekonomi hanya mampu 4,94%.
Atas realisasi pertumbuhan tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengaku belum puas. Apalagi jika melihat pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2016 yang sebesar 4,94%. Menurutnya pertumbuhan tersebut masih di bawah harapan pemerintah.
Pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2016 bisa tumbuh lebih dari 4,94%, sehingga sepanjang 2016 pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi. “Karena kemampuan APBN yang tumbuhnya negatif, akhirnya di bawah harapan,” katanya.
Ketidakpuasan Darmin atas realisasi pertumbuhan 2016 beralasan. Sebab dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,2%.
Sumber : Kontan, Selasa, 7 Feb 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar