
SKK Migas menilai rencana impor gas tidak akan membuat harga gas untuk industri menjadi murah. Penyebabnya, rantai distribusi gas masih panjang.
“Tahapan tersebut adalah pengapalan, regasifikasi, dan transmisi,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, dengan tarif transmisi 0,89 dolar AS, regasifikasi 1-3 dolar AS, dan pengapalan 0,8 dolar AS, maka harga gas sulit untuk bisa lebih murah. Karena itu, menurut Sampe, biaya ketiga tahap tersebut perlu diefisienkan supaya harga gas impor bisa kompetitif. Namun, kata dia, yang disayangkan ketiga tahapan tersebut tidak masuk ranah SKK Migas atau pun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain itu, kata dia, penyebab harga gas industri mahal adalah sistem perdagangannya masih tergantung pada penyalur. Hal ini disebabkan pengusaha hulu tidak punya akses untuk menjual ke konsumen. “Pengusaha hulu tidak punya pilihan. Maka dari itu pengusaha up stream harus menggunakan fasilitas orang,” ujarnya.
Alasan pengusaha hulu menggunakan jasa penyalur karena tidak mempunyai infrastruktur. Saat ini untuk membangun infrastruktur membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
Kepala Divisi Humas SKK Migas Taslim Yunus mengatakan, mahal murahnya harga gas lokal dipengaruhi oleh sumbernya. Menurut dia, harga gas ditetapkan berdasarkan keekonomian lapangan gas.
“Harga tergantung kontrak masing-masing, semakin sulit lapangannya, maka harga gasnya akan semakin mahal. Tapi secara rata-rata harga gas dalam negeri masih kompetitif,” katanya.
Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja mengatakan, Peraturan Menteri ESDM soal impor gas untuk industri masih disusun. Kemungkinan besar aturannya mirip dengan impor gas untuk kelistrikan, yakni harga gas impor tak boleh lebih dari 11,5 persen dari Indonesia Crude Price (ICP). Dengan ICP yang saat ini di kisaran 50 dolar AS per barel, maka harga dasar gas impor harus kurang dari 5,75 dolar AS per Million Metrics British Thermal Unit (MMBTU).
Wirat menjelaskan, batasan harga tersebut dibuat karena impor gas bertujuan untuk mencari bahan bakar yang efisien bagi industri. Rata-rata harga gas domestik kira-kira 11,5 persen ICP. “Jadi harga gas impor harus lebih rendah lagi,” ujarnya.
Jika tak bisa lebih rendah dari itu, kata dia, impor gas tak ada manfaatnya untuk kepentingan nasional. Lebih baik pakai gas dari dalam negeri saja. “Tujuannya impor kan menurunkan harga,” tegasnya.
Selain harganya dibatasi, izin impor gas hanya akan diberikan kepada pihak-pihak yang sudah memiliki infrastruktur, misalnya terminal penerimaan gas, fasilitas regasifikasi, dan pipa untuk mendistribusikan gas.
Menunggu
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, para pengusaha makanan dan minuman masih menunggu penurunan harga gas. Apalagi, pemerintah sudah berjanji akan memberikan diskon harga gas kepada industri-industri strategis.
“Kami saat ini sedang menunggu penurunan harga gas yang dijanjikan. Daya saing industri kita sangat jelek. Ekspor mamin tidak meningkat sama sekali pada 2016, bahkan stagnan. Penurunan harga gas sangat kami tunggu,” kata Adhi.
Sumber: Rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar