Pajak Awasi Transfer Laba Perusahaan

a0538-tax2bamnesti

JAKARTA. Anda, para pemilik perusahaan ada baiknya mencermati informasi ini. Tak lama lagi, lewat otoritas pajak, Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan mengeluarkan aturan controlled foreign company CFC.

Ini adalah aturan yang mencegah praktik manipulasi yakni perusahaan dengan tax planning matang sengaja mentransfer laba (profit shifting) yang diperoleh perusahaan ke Negara dengan tarif pajak rendah (tax haven).

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengatakan, saat ini banyak praktik trust di luar negeri, Perusahaan dengan sengaja mendirikan anak perusahaan di luar negeri dengan tujuan agar bisa mengalihkan laba perusahaan ke Negara bertarif pajak rendah.

“Dengan aturan CFC yang akan dikeluarkan, kita akan tarik (pelanggaran) itu,” katanya, akhir pekan lalu. Praktiknya, perusahaan di luar negeri itu masih dalam satu kendali, baik dari kepemilikan ataupun penguasaan manajemen.

Menurut John, tidak hanya wajib pajak badan yang melakukan profit shifting, tapi ada wajib pajak pribadi dengan berbagai modus dan rekayasa transaksi keuangan dengan sengaja memindahkan kekayaan ke luar negeri untuk menghindari pajak.

Kelak dengan aturan CFC, Ditjen Pajak akan mendorong hilangnya asimetris informasi anatara wajib pajak dan otoritas pajak. Harapan pajak. Dengan mempersempit  praktik ini, penerimaan pajak naik signifikan dan beban administrasi pajak berkurang.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menambahkan, aturan CFC sudah lama diadopsi Negara maju seperti Amerika Serikat. Aturan ini untuk memastikan pembayaran pajak atas setiap kegiatan usaha di Negara tersebut. Hanya di Indonesia, aturan spesifik tentang CFC masih belum ada.

Menurut Hestu, aturan ini  akan terintegrasi setelah transfer pricing documentation selesai. “saat ini, kita hanya memiliki ketentuan seperti kredit PPh pasal 24 dan P3B (tax treaty)  untuk penghindaran pajak berganda,” ujarnya Minggu  (5/3).

Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo bilang, di Negara lain, aturan CFC secara umum dipakai untuk menangkal penghindaran pajak melalui perusahaan di Negara tax haven. “Di tiap Negara, pengaturannya berbeda, baik dari jumlah saham mayoritas termasik ketentuan pelaporannya,” katanya.

Agar efektif, Yustinus berharap aturan CFC dibuat detail, sehingga bisa menjangkau perusahaan atau orang Indonesia yang memiliki saham di luar negeri. Ditjen Pajak juga harus memiliki saham di luar negeri. Ditjen Pajak juga harus memiliki data kepemilikan saham orang Indonesia di luar negeri. Data valid ini bisa diakses lewat pemberlakuan pertukaran data pajak otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI). “Data kepemilikan saham orang Indonesia di luar negeri tidak semuanya ada. Itu yang mempersulit pengawasan,” katanya.

Data kepemilikan saham ini penting. Sebab dalam ketentuan CFC, penghasilan pemegang saham yang jadi subjek pajak di dalam negeri dari foreign subsidiary yang berlokasi di Negara tax haven akan dikenakan pajak di Negara dimana pemegng sahamnya punya status subjek pjak.

Yustinus berpendapat, pengawasan internal didalam negeri juga perlu diperkuat dengan mekanusme pelaporan yang lebih baik. Sebab bisa saja, untuk menghindari aturan ini, WP memecah saham ke beberapa orang terkait.

Namun, Yustinus khawatir, masalah pembuktian bakal mengganjal penegakan hukum aturab CFC. Apalagi jika membidik kepemilikan saham ke Negara tax haven yang selama ini tidak punya tax treaty dengan Indonesia.

Sumber: Kontan, Senin, 6 Maret 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar