Namanya Disebut di Sidang Suap Urus Pajak, Ini Penjelasan Luhut

Jakarta – Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan perihal namanya yang disebut dalam sidang lanjutan kasus suap pengurusan pajak di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Jakarta), kemarin. Menurut Luhut, saat itu ada komplain dari perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia.

“Begini, itu komplain perusahaan-perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Lantas waktu saya ke Jepang, bertemu perdana menterinya, perdana menteri Jepang menyampaikan komplain berat soal itu karena itu melanggar ketentuan dan tidak benar. Sudah saya pulang ke Indonesia, saya undanglah instansi yang terkait menanyakan termasuk perusahaan-perusahaan Jepang yang besar-besar itu termasuk duta besarnya, dengan Dirjen Pajak dibuka bukunya. Setelah dibuka bukunya semua, memang Dirjen Pajak salah, mereka mengakui itu salah. Lalu mereka bilang mereka akan cabut, ya silakan dicabut, pertanyaan saya bisa hari ini nggak? Bisa saja,” tutur Luhut di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2017).

“Nggak ada itu merasa diseret-seret, itulah pekerjaan kita kalau mau melurus-luruskan pastilah ada yang mau ngomong sana-sini, wong semuanya sudah terbuka,” imbuh Luhut yang merasa tidak terseret kasus itu.

Hal itu muncul ketika Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Pajak Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv memberikan kesaksian di PN Tipikor Jakarta, Senin (13/3) kemarin. Haniv mengaku pernah menghadap Luhut (saat menjabat sebagai Menko Polhukam) terkait protes wajib pajak (WP) pengusaha Jepang atas pencabutan pengusaha kena pajak (PKP).

Luhut lalu meluruskan tentang pengusaha Jepang yang dimaksud Haniv tidak bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Luhut, ‘presiden’ yang dimaksud Haniv adalah Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.

“Soal perusahaan perahu kok itu. Kebijaksaan seperti ini juga ada seperti Chevron. Itu juga kita harus hati-hati, seperti Chevron itu oleh pajak juga 2012, diberitahukan atas pertanyaan Chevron mengenai pembayaran pajak untuk di Makassar, dapat konfirmasi, tidak perlu. Lalu investasilah 800 juta dolar (AS), setelah berbuah, dipajak mereka. Mereka komplain lagi, kok begini? Ini yang saya bilang konsistensi kita sebagai pemerintah, tidak boleh naik turun,” sebut Luhut.

Mengenai perusahaan Jepang yang disebut Haniv dalam persidangan, Luhut menegaskan tetap dikenai pajak. Luhut menyerahkan urusan ini kepada Ditjen Pajak.

Sumber: Detik.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar