JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 ini dibayangi pelambatan. Sejumlah data seperti Penjualan semen, ekspor impor, dan Penjualan riil merefleksikan potensi itu.
Bahkan, Bank Indonesia (BI) memprediksi, pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini bisa dibawah 5%. Jika benar, ekonomi kita masih jalan ditempat. Pasalnya, realisasi ekonomi kuartal IV 2016 sebesar 4,94%. Tak jauh beda dengan kuartal IV 2016, yang tumbuh 4,92%.
Ekonom SKHA Institute Eric Sugandi bilang, indikasi perlemahan ekonomi awal 2017 terjadi seiring konsumsi rumah tangga yang Cuma tumbuh 4,9%. Hitungan dia, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 hanya 5,0% dengan downdide risk ke 4,9%. “konsumsi rumah tangga cukup kuat, walau sedikit melemah karena inflasi,” ucapnya.
Minimnya realisasi proyek infrastruktur pemerintah juga menjadi bandul berat ekonomi. Penjualan semen dua bulan lalu lesu. Data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menunjukkan, penjualan semen nasional Januari-Februari 2017 susut. 1,1% disbanding periode sama tahun lalu. “Proyek swasta belum jalan, sektor properti masih lesu,” ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov.
Kinerja ekspor dan impor yang tumbuh negative pada Februari 2017 juga membuat dorongan pertumbuhan ekonomi kurang. “Ekspor kelompok barang, bijih, kerak, dan abu logam Februari merosot tajam minus 316%,” ujar dia.
Di sisi impor, pelemahan impor bahan baku/penolong dan barang modal pada Februari 2017 mencerminkan masih terkontraksinya sektor riil. “ Produsen ragu untuk meningkatkan produksi di awal tahun ini,” kata Abra.
Jika melihat pola pertumbuhan dan situasi ekonomi dua tahun terakhir, kata dia, agak sulit bagi pemerintah mengejar pertumbuhan 5,1% di 2017. Apalagi jika kemudian inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga AS diikuti kenaikan suku bunga kredit.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih melihat, kenaikan tarif listrik 900 VA juga jadi penghambat ekonomi. Prediksi dia, pertumbuhan ekonomi kuartal I- hanya 4,9%. Salah satunya karena pemerintah kurang bisa menyerap anggaran belanja. “Pemerintah kehilangan momentum menggenjot pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.
Hanya, Deputi Bidang Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo berpendapat, perlemahan kinerja ekspor dan impor Februari 2017 secara bulanan bukan indikasi pelemahan ekonomi. Penurunan karena siklus. Di awal tahun, order konstruksi pemerintah belum banyak. “ Jumlah hari di Februari juga lebih pendek tiga hari disbanding Januari,” kata dia.
Sumber: Kontan, Senin 20 Maret 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar