
JAKARTA, Ribuan orang kaya yang diduga pengemplang pajak tidak mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty). Demi keadilan, momentum, dan kepercayaan masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan semestinya menempatkan mereka sebagai target utama penegakan hukum, bukan yang telah mengikuti program.
“Jangan sampai gara-gara tak memiliki data akurat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) justru menempatkan mereka yang ikut pengampunan pajak sebagai prioritas penegakan hukum. Kalau sampai terjadi, ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo, di Jakarta, Minggu (2/4).
Ukuran orang kaya raya yang dimaksud merujuk pada laporan Bank Dunia, yakni 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai separuh akumulasi kekayaan masyarakat Indonesia secara nasional. Kelompok ini adalah pengusaha besar yang relevan mengikuti pengampunan pajak. Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) mereka selama ini masih sangat kecil. Jika penduduk Indonesia saat ini 225 juta jiwa, 1 persen orang terkaya berjumlah lebih kurang 2,25 juta orang. Jika satu keluarga rata-rata terdiri atas 4-5 anggota keluarga, kepala keluarga yang sekaligus menjadi wajib pajak sekitar 500.000 orang.
Sampai dengan Minggu, DJP belum mengumumkan data tentang peserta pengampunan berdasarkan komposisi jumlah uang tebusan dan nilai deklarasi harta sepanjang periode pengampunan. Meski demikian, data periode I bisa menjadi acuan. Mayoritas warga kaya raya yang mengikuti pengampunan berpartisipasi pada periode I program pengampunan pajak.
Kompas menggolongkan warga kaya raya dalam pengampunan pajak dengan ukuran uang tebusan dan deklarasi harta, yakni uang tebusan minimal Rp 10 miliar alias deklarasi harta senilai Rp 500 miliar ke atas. Pada periode I, peserta dengan kategori itu hanya 839 orang. Total deklarasi hartanya mencapai Rp 1.189,31 triliun dengan uang tebusan Rp 35,61 triliun.
Prastowo berpendapat, pengemplang pajak kaya raya atau kakap yang tidak mengikuti pengampunanlah yang selayaknya menjadi target utama penegakan hukum. Alasannya, mereka tidak memanfaatkan peluang yang disediakan pemerintah. Hal ini juga untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat sekaligus menjaga momentum reformasi pajak dan kepercayaan masyarakat.
Masih sedikit
Pada Jumat pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, jumlah peserta pengampunan pajak masih tergolong sedikit. Apalagi jika dilihat lebih detail pada jenis wajib pajak.
Berdasarkan data Jumat malam menjelang penutupan pengampunan pajak, peserta terbanyak adalah orang pribadi di luar yang berlatar belakang usaha kecil dan menengah (UKM), yakni 399.445 wajib pajak. Berikutnya adalah orang pribadi UKM sebanyak 303.579 wajib pajak.
“Saya anggap masih banyak yang tidak ikut pengampunan pajak. Dan, saya sangat yakin mereka belum patuh,” kata Sri Mulyani.
Guru Besar Kebijakan Pajak Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Jakarta, Haula Rosdiana menyatakan, muncul kesan pada masyarakat bahwa peserta pengampunan pajak justru menjadi subyek paling diawasi.
Sumber : Kompas.id
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar