
JAKARTA. Pembahasan revisi Undang-undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) diharapkan bisa segera dimulai. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menargetkan bisa menyerahkan finalisasi rumusan revisi UU PPh pada tahun ini ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kepala BKF Kemkeu Suahasil Nazara mengatakan, dalam draf revisi itu akan mencakup penurunan tarif PPh yang selama ini diperdebatkan. Tanpa menyebutkan angka pasti penurunannya, Suahasil bilang, penurunan tarif PPh dilakukan agar Indonesia bisa bersaing dengan negara lain.
Selain soal penurunan tarif PPh, dalam rumusan tersebut juga akan diatur terkait kepatuhan pajak Indonesia di tingkat international. “Kami juga menyoroti kepatuhan Indonesia terhadap international, tata cara masyarakat bisa membayar PPh lebih baik, dan yang paling penting dari revisi PPh ini adalah bagaimana aturannya inline dengan ketentuan-ketentuan pajak international,” katanya, akhir pekan lalu.
Untuk rencana penurunan tarif PPh, Suahasil menjelaskan, saat ini BKF masih mendalami kajiannya. Sebab, bila tarif PPh turun akan berpengaruh pada turunnya penerimaan negara dan rasio pajak terhadap PDB. Dia menggambarkan, saat ini rasio pajak pusat terhadap PDB hanya 10,3%. Nah, “Bila tarifnya diturunkan, maka penerimaannya akan turun, maka tax to GDP juga akan turun,” imbuhnya. Bila ini terjadi akan ada implikasi terhadap kemampuan negara melangsungkan pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial, dan lainnya.
Namun di sisi lain, kata Suahasil, bila tarif turun kemungkinan akan meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak. Karenanya, pemerintah akan mempertimbangkan kedua dimensi ini. Suahasil juga berharap dengan program amnesti pajak yang berakhir Maret lalu, kepatuhan wajib pajak bisa meningkat.
Selain itu, imbuh Suahasil, opsi penghasupsan PPh Final untuk beberapa sektor seperti konstruksi dan propreti yang sempat digulirkan oleh Ditjen Pajak juga dibahas oleh BKF dalam revisi UU PPh. Seperti diketahui, Ditjen Pajak mengusulkan hitungan pajak berbasis pembukuan di sektor di atas, tak lagi pajak final. “Terkadang dijadikan final karena susah dipungut. Apakah itu masih terjadi? Apa ada cara lain, misalnya menggunakan IT, elektronik yang bisa membuat lebih mudah,” ujarnya.
Peneliti pajak Danny Darussalam Tax Center Bawono Kristiadji mengatakan, perubahan tarif PPh harus melihat tujuan perubahan, untuk menarik investasi atau memperbesar penerimaan. Jika pro investasi, kebijakan pajak tak hanya memangkas tarif tapi bisa memberikan insentif seperti tax holiday, tax allowance. Desain rezim pajak harus menarik minat investasi. “Tapi harus dirumuskan dengan hati-hari karena pemerintah harus memastikan kebijakan ini efektif menarik investasi masuk,” ujarnya.
Sumber : Kontan, Senin, 15 Mei 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar