Penurunan ekspor dan impor disebabkan harga komoditas dunia yang menurun dan konsumsi masyarakat yang masih terbatas.
JAKARTA. Kinerja ekspor – impor Indonesia kembali mengalami penurunan pada April 2017. Badan Pusat Statistik (BPS) pada senin (15/5) kemarin mengumumkan baik ekspor dan impor April 2017 turun sekitar 10% dibandingkan dengan Maret 2017.
Penurunan nilai dan volume ekspor terjadi di semua komoditas perdagangan baik minyak dan gas (migas) maupun non migas. Walau begitu ekspor dan impor kali ini lebih tinggi bila dibandingkan April 2016.
Kepala BPS Suhariyanto mengklaim, penurunan ekspor dan impor April sudah biasa karena faktor musiman. “Sejak April 2012, nilai ekspor April selalu lebih kecil dibandingkan Maret. Ekspor April 2016 US $ 11,81 miliar. Jadi ini pattern yang biasa,”kata Suhariyanto, Senin (15/5).
Ditambah harga komoditas pada April kemarin yang melemah dari bulan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah harga kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Harga referensi CPO April 2017 sebesar US$ 762,88 per metrik ton, turun sebesar US$ 63,02 atau 7,63% dari Maret 2017 yang US$ 825,90 per metrik ton.
Padahal, CPO merupakan komoditas ekspor non migas terbesar Indonesia. Pada April 2017, ekspor CPO yang tergabung dalam golongan lemak dan minyak hewani sebesar US$ 1,81 miliar, turun 12,23% dari sebulan sebelumnya.
Penyebab lain penurunan ekspor adalah berkurang produksi migas. Ekspor migas turun sebesar 36,36% month on month (MoM), karena penurunan hasil minyak 51,89%, gas turun 18,11%, dan minyak mentah 50,65%.
Dorong ekonomi
Meski ekspor-impor melambat, neraca perdangan April 2017 masih surplus sebesar US$ 1,24 miliar. Angka itu sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan surplus Maret 2017 yang tercatat sebesar US$ 1,23 miliar. Dengan demikian, surplus dagang pada empat bulan pertama tahun ini sudah mencapai US$ 5,33 miliar, naik dua kali lipat lebih dibandingkan periode sama tahun lalu hanya US$ 2,64 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, kinerja ekspor Indonesia secara umum di tahun ini masih menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan tahun lalu. Darmin mengaku cukup puas dengan total ekspor Januari hingga April 2017 yang mencatatkan pertumbuhan hingga dua digit, sebesar 18,63% YoY. Apalagi, pertumbuhan juga terjadi secara volume, yakni ekspor Januari – April sebanyak 172,97 juta ton, naik 7,51% YoY.
Pencapaian itu itu masih bisa diandalkan sebagai salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi tahun ini. “Itu modal yang bagus untuk menaikkan penerimaan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Darmin.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bihma Yudhistira Adhinegara mengingatkan, kinerja ekspor-impor yang melambat merupakan sentiment negative bagi perekonomian Indonesia. Sebab, kinerja ekspor yang naik pada kuartal I-2017 mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 1,71% pada periode tersebut hingga menjadi 5,01%. Angka tersebut merupakan sumber pertumbuhan ekonomi terbesar kedua setelah pengeluaran konsumsi rumah tangga.
Apalagi, Bima memproyeksikan, pelemahan ekspor dan impor akan berlanjut pada bulan selanjutnya. Penyebabnya adalah penurunan harga komoditas yang diperkirakan masih akan berlanjut, seiring dengan tren pelemahan harga minyak mentah. “jadi ada potensi ekspor kembali turun (dibandingkan April),” katanya.
Harga CPO diperkirakan juga akan kembali turun pada Mei, yakni menjadi US$ 732,01 per metrik ton (harga referensi). Kondisi ini akan semakan menurun ekspor non migas. Dengan demikian, jika pemerintahan ingin melanjutkan trend pertumbuhan ekonomi di atas 5%, harus ada langkah lain untuk mengantisipasi penurunan ekspor. Misalnya saja, ada solusi jangka pendek untuk mendongkrak daya beli konsumen atau memperbesar realisasi penyerapan anggaran belanja negara.
Sedangkan impor, diperkirakan nilainya akan naik pada Mei 2017. Namun kenaikan impor lebih ditopang barang konsumsi seperti makanan jadi dan pakaian jadi. Hal itu untuk memenuhi stok menghadapi perayaan Lebaran. Walau naik kenaikannya diperkirakan tidak akan begitu besar karena permintaan yang masih terbatas.
“Sehingga (neraca perdagangan) masih bisa surplus. Tapi yang jadi perhatian adalah besar surplus akan mengecil,” kata Bhima.
Sumber; Kontan, Selasa, 16 Mei 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar