
JAKARTA. Penghapusan sanksi administrasi keterlambatan pembayaran pajak dipermudah. Kemudahan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66/PMK.03/2017 dan PMK Nomor 68/PMK.03/2017.
Direktur Pelayanan Penyuluhan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, dua PMK itu untuk menyederhanakan proses administrasi pengurangan/penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran pajak karena pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2014 dan sebelumnya.
PMK itu juga menjadi payung hukum penghapusan sanksi bunga penagihan atas pelunasan utang pajak dengan penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) sebelum 1 Januari 2015 yang seharusnya dilunasi paling lambat 1 Januari 2016 (reinventing policy). Menurut aturan lama, besaran sanksi bunga mencapai 2% per bulan dari utang pajak.
Pemerintah beralasan, aturan ini untuk mempermudah kerja Ditjen Pajak. “Banyak sanksi administrasi yang belum diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau sudah diterbitkan STP tapi proses pengurangan/penghapusan sanksi belum selesai,” kata Hestu, pekan lalu.
Ada beberapa yang harus diperhatikan terkait aturan baru ini. Pertama, jika STP belum diterbitkan, maka penghapusan sanksi dilaksanakan oleh Direktur Keberatan dan Banding melalui pembuatan berita acara penghapusan sanksi administrasi. “Jadi STP tidak akan pernah diterbitkan,” jelas Hestu.
Kedua, bila STP sudah terbit, tapi wajib pajak belum mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi, maka penghapusan sanksi dilakukan oleh Kakanwil masing-masing. Hal ini terlaksana tanpa menunggu permohonan wajib pajak.
Ketiga, penandatanganan Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi oleh Kakanwil saat ini bisa dilakukan dengan tanda tangan elektronik. “Ini sama seperti penandatanganan Surat Keterangan (Sket) amnesti pajak kemarin, tidak harus tanda tangan basah (biasa),” kata Hestu.
Belum jelas, berapa potensi penerimaan yang gagal terkumpulkan oleh Ditjen Pajak karena kebijakan ini. Namun penghapusan sanksi ini selalu ada setiap tahun, sesuai permohonan wajib pajak.
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo berpendapat, aturan ini akan mendukung kinerja kantor pajak menyelesaikan permohonan penghapusan sanksi pajak yang tertunda. Apalagi, tahun ini Ditjen Pajak telah melonggarkan batas akhir penyampaian SPT Tahun 2016 dari 31 Maret menjadi 21 April 2017. Pelonggaran SPT juga harus diikuti keringanan atas sanksi perpajakan.
Sumber : Kontan, Senin, 5 Juni 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar