OJK Siap Atur Konglomerasi Perusahaan Keuangan

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan peraturan OJK tentang Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) yang mewajibkan Konglomerasi Keuangan (KK) memiliki perusahaan induk (holding company) dan membuat definisi baru tentang KK. POJK tentang PIKK ini merupakan salah satu implementasi dari rancang bangun pengawasan terintegrasi OJK, yang terbungkus dalam suatu Roadmap Pengawasan Terintegrasi OJK 20 17-2019.

POJK ini nantinya akan dikeluarkan dalam waktu dekat. Pada roadmap tersebut, OJK akan melengkapi dan memperkuat kebijakan pengawasan terintegrasi, mengembangkan sistem dan metodologi pengawasan, terintegrasi, dan memperkuat implementasi pengawasan terintegrasi. Aturan tentang pembentukan PIKK dan perubahan definisi KK ini adalah untuk melengkapi dan memperkuat kebijakan pengawasan terintegrasi terhadap KK.

“Selama ini OJK belum ada aturan perusahaan yang konsolidasi tentang konglomerasi keuangan,” kata Deputi Komisioner Pengawasan Tereintegrasi OJK, Agus Edy Siregar, di Kantor Pusat OJK, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Aturan tentang pembentukan PIKK ini didasari oleh masukan dari industri dan juga berdasarkan hasil penelitian terhadap praktik yang berlaku di beberapa negara lain. Konsep Entitas Utama (EU) yang digunakan saat ini memiliki keterbatasan, yaitu EU tidak memiliki kendali terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lain anggota KK, sehingga dapat menyulitkan penerapan manajemen risiko, tata kelola, dan permodalan terintegrasi.

Beberapa negara seperti Malaysia, Korea, dan Singapura telah menerapkan aturan tentang financial holding company atau PIKK. Dengan adanya holding company khusus untuk sektor jasa keuangan, maka seluruh aktivitas KK dapat dikonsolidasikan dan dikendalikan oleh PIKK. Fungsi EU yang selama ini dapat dijalankan oleh salah satu LJK dalam KK, nantinya akan dilaksanakan oleh PIKK.

“Kita coba kenalkan pendekatan baru, yaitu holding company. Pada intinya dalam POJK baru ada beberapa substansi utama. Pertama, kewajiban untuk membentuk perusahaan induk konglomerasi keuangan,” jelas Kepala Grup Penelitian, Pengaturan, dan Pengembangan Pengawasan Terintegrasi OJK Aditya Jayaantara pada kesempatan yang sama.

Dalam rancangan POJK tentang PIKK, yang wajib membentuk PIKK adalah Pemegang Saham Pengendali atau Pemegang Saham Pengendali Terakhir. Penerapan ketentuan ini mungkin akan mengakibatkan perubahan struktur kepemilikan, terutama apabila terdapat LJK yang tidak dimiliki secara langsung maupun tidak langsung oleh entitas yang ditunjuk sebagai PIKK.

PIKK pun dapat berupa salah satu LJK dalam KK atau dapat pula berupa entitas non LJK, baik yang sudah ada maupun yang baru dibentuk. RPOJK ini akan dilengkapi juga dengan pedoman pelaksanaan terkait proses penetapan PIKK. Apabila calon PIKK berupa entitas non-LJK, maka terlebih dahulu akan dinyatakan sebagai LJK Lainnya oleh OJK sebagaimana diatur pada UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK, sehingga tunduk kepada dan diawasi oleh OJK. Selanjutnya, LJK Lainnya tersebut akan ditetapkan sebagai PIKK.

“Aturan ini akan terbit semoga sebelum akhir tahun karena ada isu pajak penting yang harus diselesaikan,” tutup Agus.

Sumber : okezone.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar