
JAKARTA. Pemerintah tidak ingin potensi penerimaan negara kian gembos. Untuk itu langkah optimalisasi perlu dilakukan. Salah satunya menggenjot penerimaan pajak dan setoran bea impor melalui pengetatan pengawasan impor serta membentuk satuan tugas untuk menutup setiap celah bagi importir nakal yang ingin mengakali pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap ada sekitar 1.300 hingga 1.500 importir bermasalah yang berisiko tinggi merugikan negara atau biasa disebut Very High Risk Importer (VHRI). Mereka adalah importir yang aktivitas, lokasi dan track record-nya buruk. “Jumlahnya hanya 4,7% dari total volume impor Indonesia, namun penetrasinya ke dalam sistem cukup dalam dan rumit,” kata Sri Mulyani, Rabu (12/7).
Kedalaman penetrasi dari impor ilegal bisa berujung pada kerugian negara. Berapa nominal pasti kerugian negara, Ani belum bisa menyebutnya secara pasti. Soalnya, kebanyakan dari oknum tersebut menyelundupkan berbagai barang. Namun Menkeu yakin, penindakan importir ilegal akan menguntungkan negara, baik dari sisi penerimaan maupun perekonomian. Satgas penertiban importir ilegal terdiri Kementerian Keuangan, TNI, Polri dan Kejaksaan.
Pungutan baruSelain menutup celah impor ilegal, optimalisasi penerimaan negara juga dilakukan dengan penambahan objek cukai. Salah satu yang santer disebut adalah cukai kantong plastik. Bahkan dalam RAPBNP 2017, pemerintah menargetkan cukai baru ini menyumbang Rp 1,6 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemkeu Suahasil Nazara bilang, pemerintah akan segera membahas cukai plastik bersama DPR. Sehingga tarif bisa berlaku semester dua ini. Selain plastik, pemerintah juga akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas gula tebu. Namun kebijakan ini mendapatkan penolakan dari petani tebu karena dianggap merugikan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut, tarif PPN gula tebu mungkin tidak akan sebesar 10% sebagaimana tarif PPN selama ini. “PPN gula bisa diterapkan secara final (pajak final) supaya kecil nilainya. Mungkin beberapa hari ini kami mau rapat dengan Ditjen Pajak,” terang Darmin.
Selain petani, langkah perpajakan dikeluhkan pengusaha. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat bilang, paska program pengampunan pajak, pemerintah menerbitkan aturan baru berisi larangan kepada industri menjual produk ke pengusaha yang non kena pajak (PKP) dengan menggunakan faktur pajak sederhana.
Kewajiban ini telah melemahkan permintaan industri tekstil. Untuk itu mereka meminta pemerintah mengkaji ulang aturan ini. “Untuk mengurus PKP butuh proses, harus ajukan SIUP, TDP ke pemerintah daerah, fotokopi sertifikat, IMB, dan bukti bayar PBB,” katanya
Sedang Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani berpendapat, jika tidak ada sosialisasi yang baik, kebijakan perpajakan itu akan menimbulkan pro dan kontra. Penertiban importir di satu disisi menjadikan persaingan usaha lebih sehat, tapi juga bisa membuat harga barang naik.
Sumber: Harian Kontan
Kategori:Pemeriksaan Pajak
Tinggalkan komentar