JAKARTA. Pemerintah Indonesia berencana untuk mempertimbangkan permintaan pemerintah Singapura terkait kerja sama pajak berganda. Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani usai menemui Menteri Senior Bidang Hukum dan Keuangan Singapura Indranee Rajah dalam forum perpajakan Dana Moneter Internasional (IMF) di Jakarta, Rabu (12/7).
Sri menyebutkan, pemerintah Singapura meminta Indonesia untuk merevisi sejumlah perjanjian terkait pemajakan berganda yang dinilai sudah ‘uzur’. Bagaimana tidak, Sri mengaku bahwa kesepakatan soal pemajakan berganda antara Indonesia dan Singapura terakhir dilakukan pada 20 atau 30 tahun lalu.
Kesepekatan pajak berganda atau double taxation agreement (DTA) memang dilakukan antardua negara untuk mengurangi ketidakpastian atas investasi. Alasannya, pemajakan berganda yang dikenakan kepada investor bila melakukan investasi di negara lain dinilai memberatkan. DTA ini lah yang kemudian dibuat untuk meredam ketidakpastian yang dialami investor sekaligus membuat investor tidak khawatir untuk terus melanjutkan investasi mereka.
“DTA kita sudah ditandatangani 30 tahun lalu, 20 tahun lalu. Mereka (Singapura) menganggap kesepakatan ini perlu direvisi. Sehingga kita perlu mengubah,” ujar Sri usai menemui pemerintah Singapura di Jakarta, Rabu (12/7).
Sri mengatakan, permintaan Singapura kepada Indonesia untuk mengubah poin-poin DTA ini bertujuan agar negara tetangga tersebut bisa meningkatkan investasi mereka di Indonesia. Apalagi, lanjut Sri, Indonesia saat ini memang berniat mengundang sebanyak mungkin investasi untuk melakukan pembangunan di Indonesia terutama di bidang infrastruktur.
“Sehingga investor ini bisa dilindungi dengan agreement yang lebihup to date,” kata Sri.
Perlu diingat, kesepekatan pajak berganda yang dilakukan pada 20-30 tahun lalu dilakukan saat investasi di Indonesia kebanyakan masih bergerak di bidang manufaktur. Sedangkan saat ini, investasi yang ditawarkan Indonesia lebih beragam termasuk dengan banyaknya proyek-proyek infrastruktur.
“Sekarang mungkin variasinya lebih banyak investasinya mereka ingin itu di-update,” jelas Sri.
Selain itu, Sri juga mengungkapkan bahwa Singapura menawarkan ‘jasa’ sebagai infrastructure hub team, di mana mereka akan bertindak sebagai penghubung perbankan dan lembaga pembiayaan tingkat internasional untuk bisa mendanai kegiatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Unit yang berada di Singapura ini memang sengaja dibentuk untuk menjadikan Singapura sebagai lokasi yang menarik untuk bisa menyalurkan dana-dana investasi.
“Kemudian bisa dimatchkan dengan proyek infrastuktur,” ujar Sri.
Sri mengaku menyambut baik ide ini dan menyatakan bahwa Indonesia sangat terbuka dengan investasi. Hanya saja, ia menegaskan bahwa pemerintah tetap akan berlaku bijak dengan membahas rencana ini lebih lanjut.
Sementara itu, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan John Hutagaol menambahkan bahwa kesepakatan antara Indonesia dan Singapura lebih bersifat tax treatyyang bertujuan untuk meminimalisir pemajakan berganda dan penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
“Itu kan sudah old generation. Mau kita renegoisiasi,” ujar dia.
John menyebutkan bahwa Indonesia menyambut keinginan Singapura untuk membuat satu regulasi pemajakan berganda yang sesuai dengan kondisi investasi dan tantangan pajak terkini. Perubahan dan renegosiasi tax treaty antara dua negara ini diyakini akan memberikan kepastian hukum kepada investor yang akan mengalirkan modalnya ke Indonesia, atau sebaliknya.
Sumber : republika.co.id , Kamis, 13 Juli 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar