Berpikir yang Panjang Kalau Mau Curang

Rabu siang, 12 Juli 2017, kantor pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai di Rawamangun,  Jakarta Timur, kedatangan tamu penting. Beberapa petinggi negara hadir, mulai dari sipil, militer, hingga pejabat di institusi penegakan hukum.

Pejabat sentral yang hadir antara lain Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian. Mereka menggelar rapat koordinasi (rakor) penertiban impor berisiko tinggi.

Keputusan penting lahir dari rakor hari itu, pemerintah sepakat membentuk Satuan Tagas (Satgas) Penertiban Importir Berisiko Tinggi. Sri Mulyani di pilih menjadi ketua satgas dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, baik dari kementerian, penegak hukum, dan aparat keamanan.

Pemerintah beralasan, penertiban importir berisiko tinggi terkait urusan penerimaan negara. Saat ini kontribusi bea dan cukai terhadap penerimaan perpajakan sekitar 12,7% dari penerimaan perpajakan. Jika digabung dengan Pajak Dalam Rangka impor (PDRI) yang dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai, kontribusinya mencapai 26% dari target penerimaan perpajakan di APBN.

Nah, jika importir bermasalah ini tidak segera ditangani, potensi kebocoran penerimaan negara bakal terus berulang, bahkan kian membesar. Padahal, pemerintah sedang butuh banyak dana untuk menambal bolong anggaran dan mengeksekusi berbagai program yang dirancang dalam APBN.

Dari sisi jumlah importir yang masuk golongan high risk importers ini tidak bisa dibilang besar: Sri menyebut, hanya ada 1.300 hingga 1.500 importir yang dari berstatus berisiko tinggi meru gikan negara.

Pun dilihat dari jumlahnya, imbuh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi, volume barang yang didatangkan importir berisiko tinggi tidaklah besar. Jumlahnya hanya sekitar 4,7% dari seluruh kontainer yang ada. Jenis barang mereka impor beragam, mulai dari barang tekstil, elektronik berbagai aksesori, hingga barang lainnya.

Namun jika terus dibiarkan menurut Sri bukan cuma penerimaan negara, dampaknya bisa merusak tatanan ekonomi nasional. “Bisa menciptakan ketidakadilan dalam persaingan formal. Jumlahnya kecil, namun penetrasi ke dalam sistem cukup dalam dan rumit,” kata Sri.

Heru melengkapi pernyataan atasannya itu. Ia bilang, penertiban importir berisiko tinggi ini memang erat kaitannya dengan perlindungan industri dalam. negeri. Jika filter terhadap ba rang-barang yang masuk ke Indonesia kurang bagus, akan menjadi pesaing yang tidak adil bagi industri dalam negeri.

Pasalnya, importir berisiko tinggi diduga kuat bermasalah di sisi kewajiban perpajakan dan perizinan. Sementara permain lokal mesti taat pajak, administrasi, dan perizinan. “Jika ini dibiarkan terus, lama-kelamaan yang semestinya kita produsen di negeri sendiri dengan memiliki pasar yang besar, malah menjadi konsumen,” tandas Heru.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (APD) Ade Sudrajat mengamini pernyataan Menkeu dan Dirjen Bea Cukai. Serbuan barang impor, terutama dari China sudah menekan produ sen lokal. Barang impor berkua litas rendah (Kw) membanjiri pasar domestik.

Dengan harga yang jauh lebih murah, jelas barang buatan luar negeri itu lebih diterima konsu- men ketimbang produk buatan lokal, yang kata Ade, kualitasnya jauh lebih bagus. “Harga barang KW dari China bisa 20%- 30% lebih murah daripada produksi lokal kita,” ujamya.

Namun, Ade menengarai harga yang murah bukan hanya karena kualitas barangnya yang rendah. Juga tak semata lantaran kuatnya aroma kecurangan para importir berisiko tinggi. Namun secara rata-rata, kapasitas produksi barang di China memang bisa 30 kali lebih besar dari kapasitas produksi produsen di Indonesia. Dengan begitu, pabrikan di sana bisa bermain di sisi volume produk untuk menekan biaya dan menjaga tingkat keuntungan.

Meski menggunakan nama satgas, sejatinya tim kerja dengan tugas yang tidak jauh berbeda sudah pernah dibentuk sebelumnya. Yakni pada tahun 2002 ketika Megawati Soekarno Putri menjabat presiden dan tahun 2005 ketika Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa. Kala itu namanya Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor.

Cuma kali ini, pemerintah rupanya yakin Satgas akan lebih bertaji dan bisa lebih baik dari tim yang dulu pernah ada. Heru menyebut, kunci keberhasilan satgas ada pada sinergi dan in- tegrasi antar kementeriarn/lembaga yang lintas sektoral.

Misalnya, sinergi dengan kementerian/lembaga yang mengeluarkan perizinan terkait impor. Jika importir memanipulasi perizinan akan lebih cepat dan mudah diendus. “Kalau kami kerja sendiri, selama ada kertasnya di depan petugas Bea cukai, kami anggap sudah oke rapi, kan, belum tentu itu yang di keluarkan oleh kementeriar lembaga,” ujar Heru mencontohkan.

Terkait perizinan, Satgas hanya menindak importir nakal. Mereka juga menjalin sinergi demi memberikan kemu- dahan dan transparansi perizinan. Dengan begitu, importir yang beritikad baik bakal terbantu. Disisi lain, importir yang tadinya nakal lantaran tidak ingin direpotkan dengan urusan birokrasi perizinan bisa berubah haluan.

Bukan cuma itu, Satgas juga memperkuat Indonesia National Single Window ONSW). Cuma, seperti apa wu jud penguatannya, Heru tidak merjelaskan lebih jauh.

Direktur Eksekutif for Institute Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengkritik, yang diperlukan kini bukan menambh satgas baru yang akan makan angaran, tapi mengoptimalkan kuat INSW.

Misalnya menyatukan semua pengurusan izin untuk kepentingan arus keluar-masuk barang lewat INSW, sehingga pelaku usaha tak perlu lagi mengurus ke kementerian teknis INSW juga diharapkan bisa menyelesaikan masalah tanpa membuat repot pelaku usaha. Sekarang ini, “INSW enggak punya kewenangan. Dia hanya punya Perpres sebagai dasar. Sementara instansi teknis punya undang-undang, jadi enggak ada kekuatan,” kata Enny.

Lantas, importir seperti apa yang digolongkan berisiko tinggi dan menjadi target operasi penertiban? Secara garis besar, ada dua kategori importir berisiko. Yakni importir yang meng- hindari kewajiban perpajakan baik sebagian maupun seluruh nya. Lalu importir yang mengakali perizinan importasi di Indonesia.

Modus yang digunakan bisa dengan menyelundupkan barang masuk ke Indonesia. Cara lainnya, dengan mengisi dokumen impor dan dokumen pembayaran pajak yang tidak sesual dengan kondisi barang yang diimpornya. Ambil contoh, mencantumkan data yang tidak sesuai di dokumen pengiriman barang (consignment note/CN). Seperti data uraian jumlah dan jenis barang, berat kotor, biaya pengiriman, dan harga barang.

Importir juga disebut berisiko tinggi jika menyuap aparat agar memuluskan proses importasi. Soal oknum Bea dan Cukai yang berani berani bermain api dengan menerima suap dan berse- kongkol dengan importir nakal, sanksi tegas sudah depan mata. Menkeu menegaskan, ia akan memecat oknum pegawai bea dan cukai tersebut.

Lantas, bagaimana jika oknum yang dimaksud berasal dari kalangan polisi dan tentara? Dalam rakor di kantor pusat Bea dan Cukai, Kapolri dan Panglima TNI sudah menegaskan bakal mendukung penuh pemberantasan praktik pungli dan backing oleh petugas dan aparat. “Ini semua juga masih disupervisi oleh KPK dan di kontrol pergerakan uangnya oleh PPATK. Semuanya dimonitor oleh Kantor Staf Presiden,” jelas Heru.

Selain kriteria-kriteria di atas , importir yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan juga bakal digolongkan sebagai importir berisiko tinggi. Sejauh ini Heru menyebut, sudah ada sekitar 760 importir yang diblokir sehingga tidak bisa mengimpor apapun ke Indonesia. “Yang sudah kita umumkan pada fase satu itu 672 importir. Kedua, ada lagi tambahan 65 importir sehingga totalnya 760-an. Itu karena tidak patuh dan dia tidak bikin SPT (surat pemberitahuan tahunan pajak-red),” ucap Heru.

Kini aparat Bea Cukai memang jauh lebih mudah mendeteksi importir yang tidak taat pajak, Bea Cukai sudah mengintegrasikan Nomor Induk Kepabeanan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak bisa melakukan audit dan penegakan hukum secara bersama-sama.

Misalnya, ada importir yang secara perizinan dan kewajiban perpajakan terkait impor sudah memenuhi ketentuan. Namun dengan integrasi data tersebut, bisa diketahui dengan mudah terkait sudah menyampaikan SPT tahunan pajak atau belum.

Bahkan, meski tidak di semua kantor pelayanan, Ditjen Pajak Cukai sudah saling bertukar karyawan. Maksud nya, ada karyawan Bea dan Cukai yang berkantor di kantor pelayanan pajak, juga sebalik nya. Tujuannya, tentu demi memudahkan sinergi dan memproses koordinasi dan penanganan masalah.

Selama ini, Bea Cukai sudah memasukkan barang milik importir berisiko tinggi ke jalur merah. Di jalur ini, aparat cuma memeriksa kelengkapan dan administrasi importasi. Tapi mengecek satu per satu barang yang ada di dalam container.

Meski begitu, masih ada harapan bagi importir yang digolongkan berisiko tinggi. Pembentukan Satgas Penertiban Importir Berisiko Tinggi bukan untuk menutup ruang berusaha. Namun, mendorong importir yang tadinya nakal menjadi patuh aturan.

Status blokir juga bukan harga mati lantaran bisa dicabut jika importir bersangkutan sudah memenuhi ketentuan. Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Diten Pajak menyebut, importir yang diblokir memiliki NPWP dan menyampaikan SPT Terutama SPT Masa Pajak Pertam bahan Nilai (PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak.

Setelah itu, KPP akan menginformasikan dan merekomendasikan kepada Ditjen Bea Cu kai untuk mencabut blokir atas si importir. “Terkait pengujian kebenaran materialitas SPT yang disampaikan, itu akan dilakukan oleh KPP berdasarkan data-data dari Ditjen Bea Cukai dan data lainnya. Baik dalam konteks pengawasan dan pembinaan, ataupun penegakan hukum,” kata Yoga.

Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo menyambut baik inisiatif pemerintah menertibkan importir berisiko tinggi. Melalui sinergi dan integrasi antar persoalan seputar impor dan penerimaan negara mestinya bisa diatasi. Menurut Yustinus, pembentukan Satgas adalah momentum pembenahan menyeluruh di sektor impor. “Se karang tinggal soal konsistensi pemerintah saja,” ujarnya.

Sumber : Tabloid Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar