Dilema ‘Membanderol’ Minimum Penghasilan Bebas Pajak

Jakarta. Pemerintah kini tengah menghadapi dilema dalam menerapkan batas minimum penghasilan tak kena pajak (PTKP) dan memutuskan untuk mengkaji kembali.

Kementerian Keuangan menyebut Indonesia termasuk negara yang menerapkan batas PTKP tinggi. Saat ini PTKP yang dikenakan yakni Rp54 juta per juta atau Rp4,5 juta. Artinya, orang yang berpendapatan pas dengan nominal tersebut akan bebas pajak. Atau, orang yang berpenghasilan melebihi nominal tersebut, maka yang dikenai pajak hanya sisa gaji dikurangi batas PTKP.

Sementara di negara lain, PTKP-nya jauh lebih rendah. Logika sederhana, dengan PTKP yang lebih rendah, maka basis pajak atau orang dan penghasilan yang akan dikenakan pajak lebih banyak dan tentunya berdampak pada pundi penerimaan yang lebih besar.

“PTKP berpengaruh pada kualitas pengenaan pajak dan kuantitas yang dikenakan pajak,” kata Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto pada Metrotvnews.com, Jakarta, seperti ditulis Senin 24 Juli 2017.

Jika penerimaan yang bisa dikumpulkan negara lebih besar, maka tax ratio diyakini akan meningkat. Saat ini tax ratio Indonesia ada pada posisi 10,3 persen yang danggap tak layak untuk negara sekelas Indonesia yang ekonominya bisa dikatakan lumayan maju.

Oleh karenanya kajian Kemenkeu terhadap pengenaan PTKP bukan kerena alasan untung rugi. Namun, belum ada keputusan apakah batas minimum PTKP akan diturunkan. Sebab, pemerintah juga sedang memikirkan dampaknya terhadap penurunan daya beli masyarakat.

Ketetapan pemerintah dalam batas Rp54 juta yakni merupakan peningkatan dari yang sebelumnya ditetapkan Rp36 juta, meskipun memang penerimaan tergerus Rp18 triliun. Namun hal ini bisa menjadi instrumen untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat atau konsumsi.

Diharapkan masyarakat akan memiliki keinginan untuk menggunakan uangnya dengan berbelanja. Jika mereka belanja, maka daya beli akan meningkat dan diharapkan memberi kontribusi pada ekonomi. Lagi pula, dengan daya beli meningkat maka diharapkan sumbangan terhadap pajak pertambahan nilai (PPN).

Namun, apa daya, menurut sumber Metrotvnews.com, prediksi tersebut tak sepenuhnya tepat. Setelah gaji tak dikenakan pajak, masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya atau jikalau digunakan untuk belanja, bukan ke tempat seperti minimarket atau supermarket yang bisa dipungut PPN. Mereka belanja ke warung-warung kelontong kecil, yang selain tak menarik PPN, juga dari sisi pendapatan bisa dibilang jauh dari batas omset yang dikenakan pajak.

“Kalau PTKP dinaikkan, daya beli meningkat. Kalau PTKP diturunkan, daya bayar pajak peningkat,” jelas Hadiyanto.

Sumber: metrotvnews.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Pemeriksaan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar