Selera dan Zaman Menggerus Glodok

Nama besar Glodok sebagai pusat perniagaan  elektronik di Jakarta masih melekat utuh dan belum lekang oleh waktu. Hingga kini Glodok masih menjadi pusat belanja elektronik terbesar di Indonesia. Maklum, belum ada lokasi lain yang bisa menandingi pamor Glodok.

Bahkan, nama kondang Glodok menjadi inspirasi bagi pelaku usaha untuk menjajakan produk elektronik di pasar online. Tinggal ketik “Glodok” di Google, mesin pencari nomor wahid itu langsung mengarahkan Anda ke toko dalam jaringan (daring) yang menjual produk elektronik. Sebagian toko online itu memang punya toko fisik di Glodok, namun banyak juga yang numpang ketenaran fungsi dari nama Glodok semata.

Meski masih punya nama besar, namun kunjungan konsumen ke Glodok saat ini tak lagi seramai masa dulu.

Di era kemerdekaan Indonesia, Glodok sempat berjaya hingga pecah krisis ekonomi 1997. Naas, kerusuhan di Jakarta 1998 membuat Glodok membara karena dijarah massa. Salah satu pusat belanja yang menjadi sasaran saat itu adalah Pasar Glodok yang sejajar dengan jalan Pancoran, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.

Kisah kelam yang menghanguskan Pasar Glodok itu berbuah kerugian yang tak terbilang. Namun tahun 2001, Pemerintah DKI Jakarta kembali membangun Pasar Glodok hingga akhirnya bangkit dan kembali ramai dikunjungi sekitar tahun 2004-2005.

Saat itulah, Pasar Glodok yang dikelola PD Pasar Jaya tersebut kembali menjadi incaran pemburu produk elektronik berupa televisi, DVD player, Playstation dan banyak lagi . “Saat itu toko online dan mal belum semarak seperti sekarang,” kata Yandi, pedagang yang berada di salah satu pojok di lantai 6 di Pasar Glodok.

Namun, keramaian itu tak bertahan lama ke Pasar Glodok perlahan menyusut dalam kurun waktu 10 tahun terakhir Meski begitu, tanda-tanda kejayaan Pasar Glodok masih terlihat di bangunan lima lantai dengan fasilitas lift dan eskalator yang menghubungkan setiap lantai tersebut.

Meski fasilitas eskalator ber fungsi normal, namun tak banyak yang menggunakannya. Bahkan banyak toko tutup karena kosong tak ada pedagan. Di sebagian toko yang tutup itu tertempel secarik kertas bertuliskan “disewakan.

Sebagian toko lain yang masih beroperasi berubah fungsi menjadi tempat penumpukan barang alias menjadi gudang, Dari lima lantai yang ada, aktivitas perdagangan di Pasar Glodok hanya kentara di lantai 1 dan 2 saja. Saat naik ke lantai 3, 4 dan 5, jumlah toko yang beroperasi jumlahnya terbatas dan bisa dihitung dengan jari.

Kondisi yang tak jauh berbeda juga terlihat di lantai 4. Banyak etalase atau tempat memajang produk-produk elektronik dibiarkan terlantar, kosong dan berdebu tak terawat. Begitu pula lorong-lorong pertokoan yang kusam karena tak ada aktivitas. Pintu toko berupa rolling door terlihat menua dan beberapa bagian keropos dimakan karat. “Banyak toko ditinggal pemiliknya,” kata Yandi

Sepinya pengunjung membuat pedagang di Pasar Glodok tak lagi berharap dari penjualan elektronik secara eceran. Banyak pedagang elektronik di Glodok kini hanya mengandalkan penjualan grosiran jaringan bisnisnya. “Pedagang yang jual eceran (skala kecil) di sini sudah banyak yang tutup,” jelas Yandi.

Akibatnya, tingkat keterisian kios di Pasar Glodok anjlok. Dari 1.880 kios yang ada, yang terisi hanya 1,167 kios, Merujuk data ini, hampir separuh dari jumlah kios tersebut tidak beroperasi. “Ada sekitar 300-an kios sudah kami ambil alih karena sudah ditinggal pedagangnya,” kata Aswan, Asisten Ma- nager Pasar Glodok, PD Pasar Jaya.

Kondisi yang tak jauh berbeda juga tampak di Orion Plaza, yang lokasinya berada di seberang Pasar Glodok. Orion Plaza juga menjadi pusat perbelanjaan elektronik dan computer yang juga tenar sekitar tahun 2004. Namun di pusat belanja ini banyak kios yang kosong karena ditinggal pedagang. “ Biaya sewanya mahal dan tak seimbang dengan pendapatan,” kata Along, salah seorang pedagang di Orion Plaza.

Untuk diketahui, Orion Plaza penurunan juga pernah menjadi destinasi belanja populer untuk elektronik seperti sound system, televisi, pemutar DVD sampai perangkat telepon rumah, digital dan alat-alat musik. “Saya sempat punya enam toko di Orion dan empat toko di ka- wasan Glodok lain. Produknya beda-beda, mulai peralatan elektronik, kamera, sampai alat musik,” kata Along mengenang masa jayanya.

Pemilik toko Davinci tersebut mulai merasakan kelesuan penjualan sejak delapan tahun silam, tepatnya tahun 2009. Semakin ke sini, penjualan elek tronik di kawasan Glodok kian miris. “Dulu penjualan 50 per toko, sekarang cari satu atau dua bon saja susah,” jelas Along yang berbisnis elektronik di Glodok sejak tahun 2000 .

Kini Along bertahan di satu toko dengan menjual peralatan radio amatir dan keperluan ko- munikasi, Produk radio amatir menjadi andalan Along karena masih ada komunitas yang rutin membelinya.

Hasil penelusuran KONTAN, penurunan kunjungan konsumen ke pusat elektronik di Glodok karena beragam factor. Mulai dari faktor internal karena ketidaksiapan pedagangnya, hingga faktor eksternal yang dipengaruhi banyak hal. Pertama, kemudahan transaksi belanja lewat jalur online. Apalagi, cara belanjanya bisa dilakukan secara kredit alias mencicil.

Kedua, melemahnya daya beli membuat konsumen mengurangi pembelian elektronik. Pelemahan daya beli ini terasa oleh pedagang sejak 2014.

Ketiga, berkembangnya pusat perbelanjaan ke pinggiran kota Jakarta sampai ke daerah. Apalagi pusat perbelanjaan tersebut menawarkan beragam kemudahan belanja sampai dengan tawaran ragam hiburan keluarga. Kondisi inilah yang membuat konsumen yang dulu nya gemar belanja Glodok kini beralih ke pusat belanja modern sembari bertamasya .

Keempat, perubahan tren pasar yang membuat beberapa produk elektronik tak lagi cocok untuk kebutuhan pasar. Contoh, pasar kamera digital yang kini bersaing dengan ponsel pintar yang telah memiliki spesifikasi kamera digital.

Kelima, perubahan kebijakan pemerintah yang mendorong pengadaan barang secara elektronik e-catalogue. Kondisi ini berpengaruh besar bagi pedagang elektronik di Glodok. Yandi bercerita, dulu banyak pembelinya adalah pemasok elektronik untuk pengadaan barang di pemerintahan.

Namun, sejak pengadaan rang dilakukan lewat e-catalogue, jumlah pembelinya berkurang. Sebab, hanya perusahaan dan distributor elektronik besar yang mampu mendaftar di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dengan harga murah. “Pengadaan secara e-catalogue ini menggerus pendapatan pe- dagang Glodok,” terang Yandi.

Adapun pilihan untuk mengikuti proses e-catalogue sulit  dilakukan pedagang karena banyak dokumen yang mesti dilengkapi. Selain itu juga persiapan jaringan distribusi ke daerah.

Untuk menyiasati penurunan penjualan, pedagang elektronik di Glodok berusaha mencari jalan keluar. Contoh, hampir semua pedagang elektronik di sering Pasar Glodok telah memasar kan produknya secara online. “Pedagang mengandalkan penjualan online agar bisa bertahan,” jelas Aswan.

Ada juga pedagang elektronik Glodok yang kreatif berusaha membuka jaringan bisnis elektronik ke pinggiran Jakarta, seperti Tangerang, Bogor dan Bekasi. Usaha mendekati konsumen ini dilakukan agar jaringan distribusi produk elektroniknya tersebut bisa terjaga.

Namun, tak semua pedagang lincah bermanuver. Pedagang yang tak bisa menyiasati kondisi pasar tersebut harus menyerah dan melempar handuk. Setidaknya kondisi ini tampak jelas saat menyeberang ke arah Orion Plaza lewat Jembatan Milenium Glodok.

Mayoritas toko yang berada di jembatan yang melintasi Jalan Gajah Mada tersebut tutup. Padahal, Ferawati, yang juga pedagang di Pasar Glodok bilang, toko-toko di jembatan penghubung tersebut dulunya ramai diisi oleh pedagang elektronik.

Akibat sepinya kunjungan ke sejumlah pusat perbelanjaan di Glodok membuat sebagian pe- dagang lainnya berusaha mencari jalan keluar agar bisnisnya tetap jalan. Sebagian pedagang di Glodok memilih menjadi supplier dengan cara memasarkan produk elektronik ke perusahaan swasta, terutama ke pelaku usaha industri.

Dede Ramadhan, salah satu karyawan perusahaan supplier elektronik industri di Glodok bilang, banyak pemasok elektronik di Glodok dulunya pedagang. Namun karena penjualan turun, mereka banting setir menjadi penyuplai.

Dengan cara itu, mereka tak lagi ribet menyediakan stok barang di toko. Akan tetapi, menjadi supplier elektronik bukan perkara gampang. Ada banyak risiko bisnis yang mesti dihadapi. Mulai dari risiko keterlambatan bayar, hingga kemungkinan gagal bayar karena perusahaan tutup. “Pembayaran sering kali tertunda bahkan sampai bulan,” kata Deni.

Tantangan lain menjadi supplier elektronik di Glodok adalah sewa toko yang naik tiap tahun, Dede memberikan contoh, sewa toko ukuran 3 meter x 3 meter di LTC Glodok kini mencapai Rp 60 juta setahun. Sementara pilihan pindah dari Glodok ke lokasi lainsulit dilakukan karena bisnisnya terkait nama besar Glodok sebagai pusat elektronik. “Kini banyak supplier di Glodok menyewa satu toko bersama,” jelas Dede.

Kondisi sedikit berbeda tampak di kawasan pertokoan HWI Lindeteves Glodok yang letak sekitar 100-an meter dari Orion Plaza. Dipertokoan ini terdapat 733 toko dan yang terisi mencapai 653 toko. Tingkat keterisan di HWI Lindeteve lebih baik karena tak hanya menjual elektronik. Di pusat belanja HWI  Lindeteves terdapat banyak toko yang juga menjual alat-alat perkakas dan kebutuhan teknik dan konstruksi.

David Yuda, pedagang perkakas teknik di pasar HWI Lindeteves menuturkan, maraknya pembangunan infrastruktur membuat produk perkakas teknik banyak dicari pembeli.

Selain HWI Lindeteves, ada juga Glodok Jaya yang juga banyak dihuni pedagang alat-alat perkakas konstruksi.

Linda, salah satu pedagang di Glodok Jaya menyebutkan, selain berjualan secara fisik, banyak juga pedagang di Glodok Jaya membuka toko online lewat market place. “Ada yang berjualan online dengan  memanfaatkan pengiriman barang melalui aplikasi Gojek. Satu hari pengiriman bisa mencapai 50 lewat Gojek,” kata Linda. Produk perkakas banyak di cari karena tingkat kebutuhannya beragam dan unik. Ambil contoh, Linda menjual kipas ukuran besar yang susah dipasarkan secara online. “Selain itu, pedagang di Glodok Jaya kebanyakan grosir,” tambah Linda.

Sumber : Tabloid Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar